Rasa penasaran akan kehancuran yang ditimbulkan akibat erupsi gunung Kelud Februari 2014, saya bersama keluarga akhirnya mencoba untuk mengunjungi gunung yang menjadi wisata andalan kabupaten Kediri tersebut. Semakin dekat dengan tujuan, semakin terlihat efek dari lontaran abu dan kerikil dari kawah Gunung Kelud. Walaupun sebagian besar telah diperbaiki, namun masih tampak atap rumah yang hanya di tutupi terpal oleh pemiliknya.
Gapura besar bertuliskan “Selamat Datang di Kawasan Wisata Gunung Kelud” menyambut kedatangan kami, tampaknya pariwisata di sini sudah mulai menggeliat, beberapa bus pariwisata terparkir rapi, karena dari sini mobil pengunjung tidak diperbolehkan untuk melanjutkan naik ke atas, harus dengan angkutan umum yang di sediakan atau naik ojek.
Gapura besar bertuliskan “Selamat Datang di Kawasan Wisata Gunung Kelud” menyambut kedatangan kami, tampaknya pariwisata di sini sudah mulai menggeliat, beberapa bus pariwisata terparkir rapi, karena dari sini mobil pengunjung tidak diperbolehkan untuk melanjutkan naik ke atas, harus dengan angkutan umum yang di sediakan atau naik ojek.
Bagi yang datang dengan sepeda motor masih tetap diperbolehkan untuk membawa motor untuk naik ke atas, jalanan yang mananjak dan berkelok-kelok rupanya menjadi alasan kenapa mobil pribadi dilarang naik hingga ke atas, selain untuk berbagi rezeki dengan supir angkot dan ojek lokal tentunya.
Pohon-pohon tampak meranggas, berdiri tegak tanpa daun karena telah gugur oleh luluhan awan panas, entah masih hidup atau sudah kering kerontang, namun rumput dan sebagian tumbuhan sudah mulai menghijau, dan yang pastinya tanah yang telah dilapisi oleh material dari perut bumi tersebut nantinya kan menjadi semakin subur.
Sebelum sampai ke puncak gunung Kelud kita melewati Jalan Misteri atau Mysterious Road. Jalan ini dinamakan Jalan Misteri karena walaupun terlihat menanjak, namun mobil atau motor yang netral akan maju dengan sendirinya.
Sayapun penasaran untuk membuktikan Jalan Misteri tersebut, mesin saya matikan, porsneling dalam kondisi netral dan setelah beberapa saat ternyata mobil yang saya naiki mulai bergerak maju, persis seperti yang dikatakan orang selama ini. Namun setelah saya perhatikan sampai hampir tiarap di atas aspal, jalan tersebut sebenarnya terlihat menurun, namun secara kasat mata menanjak entah karena kountur tanah atau memang elevasi aspalnya yang membuat fatamorgana.
Jarak 3 kilometer dari Puncak adalah batas yang bisa dikunjungi oleh wisatawan, pagar besi yang terkunci rapat akan menghalangi siapa saja yang mencoba untuk menerobos masuk. Alasan untuk keamanan pengunjung serta jalan yang masih belum stabil membuat kita tidak bisa naik lebih jauh.
Namun pemandangan yang dilihat akan sama saja, hamparan pasir dan bebatuan yang menutupi sebagian besar permukaan lembah dan bukit sajalah yang bisa kita lihat sejauh mata memandang, tersisa juga sedikit kayu yang sudah meranggas.
Beberapa warung tampak sudah berdiri di lokasi ini, jasa foto bagi yang tidak membawa kamera, serta teropong yang juga telah tersedia bagi pengunjung yang ingin mengintip bendera merah putih yang berdiri gagah di puncak Kelud yang selalu tertutup kabut.
Menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Kelud membuat saya kembali mengingat betapa kecilnya kita di muka bumi ini, batu seukuran kerbau dengan mudahnya terbang hingga beberapa kilometer dari pusat letusan mencerminkan betapa kuatnya daya dorong dari pusat bumi. Abu vulkanik menyebar hingga ke jawa tengah, membuat Kota Jogjakarta memutih laksana tertutup salju.
Semoga pariwisata di kawasan Gunung Kelud kembali normal dan mensejahterakan masyarakat di sekitarnya. Amiin.
Sayapun penasaran untuk membuktikan Jalan Misteri tersebut, mesin saya matikan, porsneling dalam kondisi netral dan setelah beberapa saat ternyata mobil yang saya naiki mulai bergerak maju, persis seperti yang dikatakan orang selama ini. Namun setelah saya perhatikan sampai hampir tiarap di atas aspal, jalan tersebut sebenarnya terlihat menurun, namun secara kasat mata menanjak entah karena kountur tanah atau memang elevasi aspalnya yang membuat fatamorgana.
Jarak 3 kilometer dari Puncak adalah batas yang bisa dikunjungi oleh wisatawan, pagar besi yang terkunci rapat akan menghalangi siapa saja yang mencoba untuk menerobos masuk. Alasan untuk keamanan pengunjung serta jalan yang masih belum stabil membuat kita tidak bisa naik lebih jauh.
Namun pemandangan yang dilihat akan sama saja, hamparan pasir dan bebatuan yang menutupi sebagian besar permukaan lembah dan bukit sajalah yang bisa kita lihat sejauh mata memandang, tersisa juga sedikit kayu yang sudah meranggas.
Beberapa warung tampak sudah berdiri di lokasi ini, jasa foto bagi yang tidak membawa kamera, serta teropong yang juga telah tersedia bagi pengunjung yang ingin mengintip bendera merah putih yang berdiri gagah di puncak Kelud yang selalu tertutup kabut.
Menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Kelud membuat saya kembali mengingat betapa kecilnya kita di muka bumi ini, batu seukuran kerbau dengan mudahnya terbang hingga beberapa kilometer dari pusat letusan mencerminkan betapa kuatnya daya dorong dari pusat bumi. Abu vulkanik menyebar hingga ke jawa tengah, membuat Kota Jogjakarta memutih laksana tertutup salju.
Semoga pariwisata di kawasan Gunung Kelud kembali normal dan mensejahterakan masyarakat di sekitarnya. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar