Bedug terbesar di dunia yang ditabuh sebagai tanda waktu sholat ini, berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, alun-alun Purworejo, Bedug ini merupakan karya besar umat Islam yang pembuatannya diperintahkan oleh Adipati Cokronagoro I, Bupati Purworejo pertama yang terkenal sangat peduli terhadap perkembangan agama Islam.
Awal mulanya, Cokronagoro I sangat menginginkan memiliki sebuah bangunan Masjid Agung di tengah kota sebagai pusat kegiatan ibadah sekaligus memberikan ciri Islamiyah pada Kabupaten Purworejo yang dipimpinnya.
Maka di sebelah barat alun-alun kota Purworejo yang berdekatan dengan kediaman (pendopo) Bupati , didirikanlah Masjid Agung Kadipaten yang sekarang bernama Masjid Darul Muttaqien. Masjid ini dibangun pada hari Ahad, tanggal 2 bulan Besar Tahun Alip 1762 Jawa, bertepatan dengan tanggal 16 April 1834 M, seperti tercantum pada prasasti yang terpasang di atas pintu utama masjid yang berada di Desa / Kelurahan Sindurjan.
Untuk membangun masjid ini tampaknya Cokronagoro I tak ingin asal jadi. Ia meminta para ahli untuk mendapatkan kayu terbaik sebagai bahan utama pendirian masjid. Dibangun dengan gaya arsitektur Jawa berbentuk Tanjung Lawakan lambang Teplok yang mirip Masjid Agung Keraton Solo, bahan-bahan untuk membuat tiang utama masjid ini berasal dari kayu jati bang yang mempunyai cabang lima buah dengan umur ratusan tahun dan diameter lebih dari 200 cm dan tingginya mencapai puluhan meter.
Di atas tanah seluas kurang lebih 8.825 m2 masjid ini akhirnya berdiri megah di pusat kota Purworejo sebagai setra kegiatan dakwah dan ibadah muslim.
Kemegahan masjid tak ada gunanya tanpa banyaknya jumlah jamaah sebagai syarat utama memakmurkan masjid. Untuk itu, dipikirkan sarana “ mengundang “ jamaah hingga terdengar sejauh-jauhnya lewat tabuhan bedug sebagai tanda waktu sholat menjelang adzan dikumandangkan ( saat itu belum ada alat pengeras suara ).
Sekali lagi Cokronagoro I memerintahkan pembuatan Bedug dengan ukuran sangat besar dengan maksud agar dentuman bunyi bedug terdengar sejauh mungkin sebagai panggilan waktu sholat umat muslim untuk berjamaah di masjid ini.
Raden Patih Cokronagoro bersama Raden Tumenggung Prawironagoro ( Wedono Bragolan ) yang juga adik dari Cokronagoro I menjadi pelaksana tugas membuat Bedug Besar itu. Sama seperti bahan pembuatan masjid yang menggunakan kayu jati pilihan , bedug besar ini pun disepakati dibuat dari pangkal ( bonggol ) kayu jati bang bercabang lima ( dalam ilmu bangunan Jawa/Serat Kaweruh Kalang, disebut pohon jati pendowo ). Daerah tempat pohon jati ini berasal adalah Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi.
Konon, pohon jati yang digunakan untuk membuat bedug ini sebelumnya dianggap sebagai pohon keramat yang tak boleh ditebang. Namun karena Islam tak mengenal tahyul, dan atas perintah Bupati, maka pohon jati yamg telah berusia ratusan tahun itu ditebang juga.
Kyai Irsyad seorang ulama dari Loano yang juga dipanggil Mbah Junus akhirnya berhasil menebang sekaligus mematahkan mitos keramat pohon jati tersebut.
Ukuran atau spesifikasi bedug ini adalah : Panjang 292 cm, keliling bagian depan 601 cm, keliling bagian belakang 564 cm, diameter bagian depan 194 cm, diameter bagian belakang 180 cm. Bagian yang ditabuh dari bedug ini dibuat dari kulit banteng.
Pembuatan bedug yang akhirnya dicatat sebagai terbesar di dunia ini, ternyata tak semudah yang dikira. Berbagai kendala harus dilalui sehingga memakan waktu pengerjaan yang cukup lama. Para ulama dan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan karya agung ini senantiasa berdoa agar mendapat ridlo dari Alloh SWT.
Akhirnya pada tahun 1837, bedug terbesar di dunia ini rampung dibuat dan diletakkan di dalam Masjid Agung Kabupaten Purworejo ( sekarang Masjid Darul Muttaqien ) yang ditabuh menjelang adzan sebagai tanda waktu sholat.
Hingga sekarang warisan karya sejarah Islam ini terpelihara dengan baik dan tetap ditabuh sesuai fungsinya sebagai tanda waktu sholat. Para pengunjung seperti tak pernah surut mendatangi Masjid Darul Muttaqien, menyaksikan dari dekat bedug raksasa yang telah dicatat sebagai situs sejarah yang turut memberikan makna bagi perkembangan Islam di tanah Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar