Sabtu, 08 Agustus 2015

JELAJAH RUTE GERILYA PB SOEDIRMAN - DIY, JATENG dan JATIM

JELAJAH RUTE GERILYA PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN
Oleh : Firdaus Ubaidillah

Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku,
tetapi jiwaku yang dilindungi benteng Merah Putih akan tetap hidup, akan tetap menuntut bela, siapa pun lawan yang aku hadapi.
Jangan bimbang dalam menghadapi macam-macam penderitaan,
karena makin dekat cita-cita kita tercapai,
makin berat penderitaan yang harus kita alami.
(Jenderal Soedirman)




Sejarah mencatat dengan tinta emas, selama tujuh bulan lebih perang gerilya berkobar dari Desember 1948 sampai dengan Juli 1949. Mulai 19 Desember 1948 Jenderal Soedirman dan pasukannya melewati daerah yang membentang antara Yogyakarta, Bantul, dusun Bakulan (Kecamatan Jetis, Bantul), Kretek (Kecamatan Kretek, Bantul), dusun Grogol (Desa Parangtritis Kecamatan Kretek, Bantul), Parangtritis (Kecamatan Kretek, Bantul), Panggang (Kecamatan Panggang, Gunungkidul), Paliyan (Kecamatan Paliyan, Gunungkidul), Playen (Kecamatan Playen, Gunungkidul), Wonosari, Semanu, Bedoyo (Ponjong, Gunungkidul), Pracimantoro (Pracimantoro, Wonogiri), Eromoko, Wuryantoro, Wonogiri, Jatisrono (Wonogiri), Purwantoro (Wonogiri), Sumoroto (Kauman, Ponorogo), Ponorogo, Jetis (Jetis, Ponorogo), Sambit (Sambit, Ponorogo), Sawoo (Sawoo, Ponorogo), Nglongsor (Tugu, Trenggalek), Trenggalek, Kalangbret, Tulungagung, Kediri, Karangnongko, Goliman (desa Parang Banyakan kab. Kediri), Bajulan (Loceret, Nganjuk), Salamjudeg, Makuto, Sawahan (Nganjuk), Gedangklutuk, Wates, Ngliman, Serang, desa Jambu (Ponorogo), desa Wayang (Pulung Ponorogo), dusun Banyutowo (Pulung, Ponorogo), desa Sedayu (Ponorogo), dusun Warungbung (Sooko, Ponorogo), dusun Gunungtukul (desa Suru Sooko, Ponorogo), desa Ngindeng (kecamatan Sawoo, Ponorogo), desa Tumpakpelem (Kecamatan Sawoo, Ponorogo), Nglongsor (Kecamatan Tugu, Trenggalek), Trenggalek (Trenggalek), Karangan (Kecamatan, Karangan, Trenggalek), Suruhwetan (Suruh Trenggalek), Dongko (Trenggalek), Panggul (Kecamatan Panggul, Trenggalek), desa Bodag (Panggul, Trenggalek), desa Nogosari (Ngadirojo, Pacitan), Gebyur, Pringapus (Tulakan Pacitan), desa Wonosidi (Tulakan, Pacitan), desa Ketro (Tulakan Pacitan) dusun Wonokerto (Kecamatan Nawangan, Pacitan), Tegalombo (Tegalombo, Pacitan), Mujing (Nawangan, Pacitan), Nawangan (Nawangan, Pacitan), Ngambarsari (Kecamatan Karangtengah, Wonogiri), dusun Sobo (desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, Pacitan). Kembali ke Yogyakarta: dusun Sobo (desa Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, Pacitan), Tirtomoyo (Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri), Baturetno (Kecamatan Baturetno, Wonogiri), dusun Pulo (desa Kasihan kecamatan Ngadirojo Wonogiri), Karangbendo (Wonogiri), Ponjong (Kecamatan Ponjong, Gunungkidul), desa Karangmojo (Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul), desa Gari (Kecamatan Wonosari Gunungkidul), Piyungan (kecamatan Piyungan, Bantul), Prambanan (Kecamatan Prambanan, Sleman), dan baru pada tanggal 10 Juli 1949 kembali lagi ke Yogyakarta. Panjang rute gerilya sejauh 1.009 km. Dalam keadaan yang serba kekurangan dan kondisi fisik yang lemah Jenderal Soedirman terus dan terus berjuang tanpa kenal menyerah.
Perang gerilya yang dipimpin Jenderal Soedirman telah menjadi inspirasi sejarah Indonesia. Merupakan sumber pelajaran bagi perjalanan generasi sesudahnya. Merupakan gambaran nilai dan semangat luhur dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sudah sepatutnya bila generasi sekarang belajar dari sejarah perjuangan dalam perang gerilya. Untuk itulah menjelang hari Sumpah Pemuda dan hari Pahlawan tahun 2013, saya mencoba untuk menjelajah rute gerilya yang pernah dilewati oleh PB Soediman dengan dana dari kantong sendiri dan tak sepeserpun menggunakan dana dari kas negara, he...he...he... . Mengingat panjang rute gerilya sejauh 1.009 km, maka penjelajahan saya ini tidak langsung saya habiskan dalam sehari tetapi perlu waktu beberapa hari. Waktu beberapa hari itu juga tidak berurutan, tergantung saya ada waktu luang supaya tidak meninggalkan tugas utama saya sebagai pegawai negeri.
Dalam tulisan ini, penjelajahan saya bagi dalam tiga bagian, yakni Bagian I: Yogyakarta - Kediri  dilaksanakan tanggal 22 Oktober 2013 sejauh kurang lebih 360 km, Bagian II: Kediri – Sobo (Pacitan) tanggal 30 November 2013 sejauh 230 km dan Bagian III: Sobo (Pacitan) – Yogyakarta pada Desember 2013 sejauh 160 km. Seluruh perjalanan ditempuh dengan kendaraan bermotor, saya belum bisa meniru PB Soedirman dan pengawalnya dimana dalam perjalanan perang gerilya lebih banyak dilakukan dengan berjalan kaki/ditandu. Untuk itulah saya lebih pas menggunakan istilah “jelajah” daripada istilah “napak tilas”. Juga, mungkin perjalanan saya tidak persis yang dilewati oleh PB Soedirman karena ada yang harus melewati jalan setapak di lereng gunung Wilis dan bahkan ada jalan yang sudah ditenggelamkan karena perluasan waduk Gajahmungkur di kabupaten Wonogiri.
Sebelum memulai penjelajahan, saya mencoba mengenali sosok PB Soedirman dan rute gerilya yang dilaluinya di Museum Sasmitaloka jl. Bintaran Wetan no. 3 Yogyakarta. Pada masa kolonial Belanda, gedung ini dipergunakan sebagai rumah dinas pejabat keuangan Puro Paku Alam VII. Setelah Indonesia merdeka digunakan sebagai Markas Kompi “Tukul” Batalyon Letkol Soeharto. Sejak 18 Desember 1945 sampai dengan 19 Desember 1948 difungsikan sebagai kediaman resmi Jenderal Soedirman, setelah dilantik menjadi panglima besar TKR. Saya telah mendapat banyak cerita dari pemandu museum tentang PB Soedirman dan koleksi di ruang pamer museum, namun saya lupa tidak menanyakan namanya. Untuk itu melalui tulisan ni saya mengucapkan terima kasih atas penjelasannya.

Gambar 1. Museum Sasmitaloka di Bintaran Wetan Yogyakarta

BAGIAN I: YOGYAKARTA – KEDIRI
Satu, dua, tigaaaaa...... tepat jam 07.00 WIB tanggal 22 Oktober 2013 saya memulai penjelajahan. Rute awal adalah menuju Kretek/Parangtritis (kab. Bantul) melewati plengkung Gading kraton Ngayogyokarta dan jembatan sungai Opak di Kretek yang panjang. Rencana awal rute gerilya PB Soedirman adalah lewat Imogiri, namun karena jalanan sudah dibaregade dengan cara menutup jalan dengan kayu-kayu pohon maka perjalanan dialihkan ke Kretek. Pada saat 1948, konon PB Soedirman sempat menunggu surutnya sungai Opak karena sedang banjir untuk diseberangkan. Kalo saya sudah enak sekali sudah ada jembatan dan jalanan sangat mulus mulai dari Yogyakarta sepanjang 25 km tiba di Kretek.
Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Playen melalui Panggang dan Paliyan sejauh 45 km dengan melalui perbukitan yang khas daerah Gunungkidul. Beberapa lama sampailah saya di desa Grogol Paliyan Gunungkidul. Jenderal Soedirman saat dalam perjalanan gerilya sempat naik dokar tanpa kuda tetapi yang menarik adalah manusia. Orang yang menarik salah satunya bernama Tjokropranolo yang pernah menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, entah tahun berapa saya lupa apa setelah periode Ali Sadikin, ada yang tahu?


Gambar 2. Sesaat di Paliyan Gunungkidul sebelum menuju Playen



Gambar 3. Jalan raya Yogya-Wonosari di Playen Gunungkidul

Setelah dari Playen saya melanjutkan jelajah menuju Semanu masih di Gunungkidul melalui Wonosari dengan jarak tempuh 25 km. Rute gerilya yang dilewati melalui desa Pacarejo Semanu berupa hutan jati dan kondisi sepi sekali. Saya membayangkan bagaimana kondisi medannya pada saat PB Soedirman melalui daerah ini pada Desember 1948, wah pasti mengerikan.



 
Gambar 4. Rute gerilya PB Soedirman di Semanu Gunungkidul

Dari Semanu berlanjut ke Pracimantoro (Wonogiri) melalui Bedoyo (Ponjong, Gunungkidul) dengan jarak tempuh sekitar 30 km. Sepanjang perjalanan kanan kiri berupa perbukitan kars yang merupakan karakteristik pegunungan Sewu yang membentang di tiga kabupaten di tiga provinsi yakni kab. Gunungkidul (DI Yogyakarta), kab. Wonogiri (Jawa Tengah) dan kab. Pacitan (Jawa Timur). Sebagian perbukitan kars itu ada yang ditambang dengan menggunakan alat-alat berat sehingga kita harus berhati-hati jika melewati jalan ini karena banyak kendaraan pengangkut kapur keluar masuk. Untuk sekarang ini jalanan sudah mulus dan lebar sehingga dengan mudahnya saya menjelajahinya.

Gambar 4. Kawasan kars Bedoyo dalam perjalanan menuju Pracimantoro

Dari Semanu hingga Bedoyo (kecamatan Ponjong Gunungkidul) masih menyusuri jalan raya, namun setelah sampai di pertigaan Bedoyo saya pilih lurus yang digunakan gerilya PB Soedirman dengan lebar jalan yang lebih kecil. Sepanjang jalan ini kondisi medannya naik turun yang terjal. Jika tidak hati-hati sangat membahayakan kita karena kendaraan dari arah berlawanan sering tidak terlihat namun tiba-tiba ketika kita sampai atas tanjakan kendaraan dari arah lawan sudah ada di depan kita. Ini disebabkan jalan naik yang setelah sampai atas tiba-tiba jalanan turun dan bahkan disertai kelokan-kelokan tajam.
Gambar 5. Medan gerilya di Pracimantoro

Akhirnya sampailah di Pracimantoro sebuah kota kecamatan di kabupaten Wonogiri bagian selatan. Meski jauh kemana-mana, Pracimantoro boleh dikata relatif ramai bahkan sudah ada hotel di sana. Ketika saya melintas di sana kebetulan sedang hari pasaran di pasar hewan Pracimantoro. Selain itu, di Pracimantoro ini juga ada museum kars dan goa Putri Kencono. Dari Pracimantoro penjelajahan dilanjutkan menuju kota Wonogiri sejauh sekitar 40 km melewati Eromoko dan Wuryantoro. Wah jadi ingat pak Harto (presiden RI ke-2) yang pernah diasuh oleh pakde atau siapanya di tempat ini sewaktu kecil.


Gambar 6. Meninggalkan Eromoko menuju Wonogiri melalui Wuryantoro

Ciiiiiiiittt.... sampailah di alun-alun Wonogiri nan sepi. Di akhir musim kemarau ini, Wonogiri terlihat kering bahkan rumput di alun-alun tidak terlihat ada yang hijau. Juga dalam perjalanan dari Pracimantoro menuju Wonogiri terlihat waduk Gajahmungkur mengalami penyurutan yang dalam dibanding ketika saya lewat tempat ini beberapa tahun yang lalu. Di alun-alun Wonogiri ini saya sempat istirahat agak lama sambil mengisi perut yang terasa mulai berkotek-kotek dengan mengambil dua kerat roti yang sengaja disiapkan istri sejak dari rumah.

Gambar 7. Masuk Alun-alun Wonogiri

Setelah dirasa cukup beristirahat, mulailah melanjutkan lagi perjalanan menyusuri rute gerilya PB Sudirman menuju kota reyog Ponorogo. Beberapa tempat yang dilewati sepanjang 70 km ini diantaranya Jatisrono dan Purwantoro. Sepanjang jalan ini saya banyak berpapasan dengan bus-bus besar tujuan Jakarta. Dalam pikiran saya, meski hanya kota-kota kecamatan tapi banyak warganya yang boro kerja ke Jakarta dan sekitarnya. Sepanjang perjalanan ini juga dari Wonogiri hingga menjelang perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur kondisi jalan rusak banyak yang bergelombang, berlubang atau tambal sulam yang tidak rata. Diperparah lagi jalanan cukup berkelok-kelok dan naik turun yang tajam. Namun selepas Purwantoro memasuki kabupaten Ponorogo, jalanan mulus dan lurus.

Gambar 8. Masuk Ponorogo selepas Purwantoro

Memasuki Ponorogo tanpa beristirahat penjelajahan dilanjut ke Trenggalek melalui Jetis, Sambit, Sawoo dan Nglongsor sejauh 55 km. Dari Ponorogo hingga Sawoo jalanan datar-datar saja, namun selepas itu jalanan mendaki dan berkelok-kelok hingga selepas memasuki kabupaten Trenggalek di desa Pucanganak kecamatan Tugu. Setelah itu jalanan menurun dan masih berkelok-kelok hingga Nglongsor. Dari Nglongsor hingga Trenggalek jalanan lurus dan mulus.


Gambar 9. Belokan di Sawoo Ponorogo


Gambar 10. Masuk Trenggalek di desa Pucanganak Tugu

Dari Trenggalek dilanjutkan ke Tulungagung sejauh 34 km. Jalanan relatif lurus dengan kondisi cukup ramai dan lancar. Saya sempat beristirahat di gerbang masuk kabupaten Tulungagung di Gondang.

Gambar 11. Masuk Tulungagung di Gondang

Sebelum memasuki kota Tulungagung di Kauman saya belok kiri menuju kota Kediri melalui Karangrejo dan Ngadiluwih sejauh 36 km. Akhirnya, finiiiiiiiish Bagian I.... sampailah pada saat yang gembira dengan selamat sentosa tiba di alun-alun kota Kediri di jalan PB Soedirman.  Monumen PB Soedirman di tengah alun-alun kota Kediri seakan-akan memberi ucapan selamat datang kepadaku.
Gambar 12. Sampai di Alun-alun kota Kediri

BAGIAN II: KEDIRI – SOBO (PACITAN)
          Pada penjelajahan bagian II Kediri – Sobo (Pacitan) saya lakukan pada Desember 2013. Saya mengambil titik awal dari alun-alun Kediri persis dimana saya menyelesaikan penjelajahan Bagian I. Tempat yang dituju adalah dusun Goliman (desa Parang kec. Banyakan kab. Kediri). Dalam bergerilya, PB Sudirman ditandu dari Kediri menuju Goliman. Menurut kabar yang saya dapat, orang-orang yang menandu setelah sampai Goliman diberi kain sarung, mereka menerima dengan senang hati meskipun mereka tidak tahu siapa orang yang mereka tandu itu. PB Sudirman dan pengawalnya dalam perjalanannya tidak pernah diberi bekal oleh pemerintah, tapi beliau bawa sendiri perbekalan bahkan perhiasan istrinya juga dibawa untuk membiayai perang gerilyanya.


Gambar 13. Titik awal penjelajahan Bagian II di Alun-alun Kediri

          Dari Nglongsor perjalanan dilanjutkan menuju desa Suruh (kecamatan Suruh kab. Trenggalek) melewati Karangan. Dari Nglongsor hingga Karangan jalanan mulus, namun mulai masuk Suruh jalanan mendaki berkelok-kelok dan rusak yang sedang dalam pelebaran jalan.

Gambar 14. Sampai di desa Suruh kabupaten Trenggalek

          Meninggalkan Suruh menuju Dongko sebuah kota kecamatan di kabupaten Trenggalek diantara perbukitan. Kondisi jalan masih serupa dengan di Suruh yang rusak parah, berkelok-kelok dan naik turun.


Gambar 15. Sepanjang jalan di Dongko Trenggalek dalam perbaikan

          Keluar Dongko menjelang masuk Panggul jalanan terlihat baik, namun cenderung banyak menurun dan kondisinya tetap berkelok-kelok. Hingga sampailah di kota kecamatan Panggul jalanan sudah mendatar dan kondisi bagus. Situasinya juga terlihat lebih ramai dibanding Suruh dan Dongko. Panggul ini terletak sekitar 55 km selatan kota Trenggalek dekat samudera Indonesia dan ada pantai yang bagus yakni Pantai Pelang.

Gambar 16. Kota kecamatan Panggul Trenggalek

Perjalanan berlanjut menuju Pacitan. Selepas Panggul bertemu desa Bodag (masih dalam kecamatan Panggul Trenggalek) yang berbatasan dengan kabupaten Pacitan. Di desa ini terdapat sebuah rumah yang pernah digunakan sebagai tempat beristirahat Jenderal Soedirman dan pasukannya pada tanggal 13-15 April 1949. Di depan rumah yang berusia puluhan tahun tersebut, ada sebuah tugu yang bertulisan ''Tempat Peristirahatan Panglima Besar Jendral Soedirman dalam Memimpin Perang Gerilya dari Tanggal 13-15 April 1949''. Di dalam rumah yang berubah layaknya museum kecil itu terpampang foto kuno sang jenderal. Selain foto dan peta yang berisi rute perang gerilya dari Jogjakarta hingga Kediri, terdapat berbagai barang peninggalan pasukan gerilya yakni, perlengkapan ibadah, seperangkat alat makan, meja kursi, dan tempat tidur.
          Selanjutnya penjelajahan menuju Wonosidi (kecamatan Tulakan Pacitan) dengan melewati Lorok Ngadirojo.

Gambar 17. Pertigaan di Lorok Ngadirojo Pacitan

Akhirnya sampailah di Sobo Nawangan Pacitan. Di tempat ini sekarang telah didirikan monumen besar dan kawasan bersejarah Jenderal Sudirman yang luas dan bagus. Dahulu, PB Sudirman bermarkas selama tiga bulan lebih di sekitar tempat ini.
Gambar 18. Kawasan Sejarah PB Sudirman di desa Pakisbaru Nawangan Pacitan


BAGIAN III: SOBO (PACITAN) – YOGYAKARTA
Alhamdulillah kondisi badan masih diberikan kesehatan yang prima sehingga masih bisa melanjutkan penjelajahan rute gerilya PB Sudirman. Di bagian ketiga ini saya memulai penjelajahan dari markas gerilya PB Sudirman di dusun Sobo desa Pakisbaru Nawangan Pacitan yang terletak 1,5 km dari monumen atau sekitar 55 km dari kota Pacitan. Sekarang rumah markas ini masih terawat meskipun kondisinya termakan usia. Memang pilihan yang tepat sekali rumah yang terletak di ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan air laut sebagai markas gerilya karena berada di tekukan bukit-bukit sehingga bisa melihat gerak-gerik musuh dari ketinggian dan sulit dijangkau karena di sebelah barat rumah markas ini ada jurang yang dalam. Selain itu tempat ini juga jauh dari keramaian, sehingga siapa saja yang masuk ke sini mudah dikenali sebagai orang asing atau bukan.

Gambar 19. Markas gerilya PB Sudirman yang ditempati tanggal  1 April 1949 - 7 Juli 1949

Semasa pak Dirman di rumah markas gerilya ini, perkembanngan situasi dan politik di dalam dan di luar negeri diikuti dengan cermat dan teratur melalui radio dan surat kabar. Hubungan komando dengan para Komandan lapangan TKR maupun PDRI di Sumatera Barat berjalan lancar. Sementara itu pak Dirman berkesempatan pula menerima kunjungan beberapa orang menteri seperti Susanto Tirtoprodjo untuk membicarakan langkah perjuangan selanjutnya. Di tempat ini pula pak Dirman menerima Caraka (utusan) Letkol Soeharto yang melaporkan rencana Serangan Umum terhadap Yogyakarta. Serangan Umum yang dilancarkan tanggal 1 Maret 1949 berhasil dengan baik dan berpengaruh besar terhadap dunia internasional. Keberhasilan Serangan Umum ini membuktikan kepada dunia khususnya kepada Belanda bahwa Republik Indonesia masih ada dan TKR sebagai kekuatan bersenjata masih meneruskan perjuangan mempertahankan negara Republik Indonesia.
Sekitar pukul 14.00 saya meninggalkan tempat ini menuju Jawa Tengah. Sepuluh menit setelah memulai pemberangkatan, hujan mulai turun. Penjelajahan rute menuju Baturetno (kab. Wonogiri) dengan menyusuri Kismantoro (perbatasan provinsi Jatim-Jateng masuk kab. Wonogiri).
Saya melanjutkan lagi penjelajahan melalui perbatasan provinsi Jawa Tengah dan DIY di desa Bulu Eromoko (Wonogiri Jateng) dengan wilayah kecamatan Ponjong (Gunungkidul DIY). Banyak aspal jalan yang telah lepas hingga menyisakan batu-batu jalan. Hingga sampailah di Gunung Kendil dan setelah itu ketemu perempatan jalan saya pilih yang lurus menuju kota kecamatan Ponjong.
Gambar 20. Kondisi jalan menuju Ponjong dan perempatan Ponjong Gunungkidul

Dari Ponjong dilanjutkan menuju Karangmojo.
Gambar 21. Perempatan Karangmojo Gunungkidul

Gambar 22. Di kota Wonosari ibukota kabupaten Gunungkidul


Gambar 23. Meninggalkan Patuk Gunungkidul


Gambar 24. Memasuki Piyungan kabupaten Bantul

          Penjelajahan berlanjut menuju Prambanan kabupaten Sleman yang berbatasan dengan kabupaten Klaten.
Akhirnya sampailah sudah di Alun-alun Utara Yogyakarta dimana rute gerilya ini berakhir. Pada waktu itu PB Sudirman disambut oleh pejabat-pejabat negara dan ribuan masyarakat di tempat ini.


Gambar 25. Finish di Alun-alur Utara Yogyakarta

”Bahwa kemerdekaan satu negara, yang didirikan diatas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga.”
 (Jenderal Sudirman)
Gambar 26. Relief p Dirman ditandu di Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 KM 0 Yogyakarta

 

Hikmah yang Diperoleh:
Dari kegiatan jelajah Rute Perang Gerilya Jenderal Soedirman ini dapat diperoleh hikmah diantaranya:
1.    Meningkatnya rasa syukur saya kepada Allah SWT atas nikmat kemerdekaan yang telah diberikan kepada bangsa Indonesia,
2.    Tidak mudah mengeluh,
3.    Menghargai jerih payah perjuangan orang lain, khususnya para pejuang yang telah merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ucapan Terima Kasih:
Dengan selesainya kegiatan menjelajah Rute Perang Gerilya Jenderal Soedirman, untuk itu diucapan terima kasih kepada:
1.    Allah SWT atas segala nikmat yang diberikanNya pada saya dan keluarga,
Ibuku  yang selalu mendoakan keselamatanku
2.    Pengelolah Museum Sndoakankuasmitaloka Pangsar Jenderal Soedirman Yogyakarta,
3.    Dinas PU Bina Marga prov. Jatim, Jateng dan DIY
4.    Istri dan anak-anakku.

Sleman, 31 Desember 2013
Firdaus Ubaidillah

081232630814

11 komentar:

  1. info yg sangat brmanfaat. mantab pak...semangat

    BalasHapus
  2. luar biasa,,, perjalanan yang sangat bermanfaat

    BalasHapus
  3. Ulasan yg bagus Ubaidillah... kita seperti diajak jalan jalan...koreksi sedikit patung di alun alun kediri adalah patung mayor Bismo...korban PKI 1948..

    BalasHapus
  4. Info yg brmanfaat, bisa nambah wawasan dr artikel ini dan semoga bisa menghargai jasa2/perjuangan para pahlawan dahulu

    BalasHapus
  5. Klo di adain event jelajah rute gerilya secara terbuka,asyiik dan seru.

    BalasHapus
  6. Klo di adain event jelajah rute gerilya secara terbuka,asyiik dan seru.

    BalasHapus
  7. jika ada kegiatan jelajah lagi, pada bulan oktober sd desember.air Waduk Gajah mungkur memang surut,justru disitu jalur darat yg dilwati PB Sudirman akan terlihat lagi..

    BalasHapus
  8. jika ada kegiatan jelajah lagi, pada bulan oktober sd desember.air Waduk Gajah mungkur memang surut,justru disitu jalur darat yg dilwati PB Sudirman akan terlihat lagi..

    BalasHapus
  9. yg narik pak dirman itu ya ajudannya. Mantan gubernur dki. Kapten tjokropranolo, pnsiun letjen

    BalasHapus
  10. yg narik pak dirman itu ya ajudannya. Mantan gubernur dki. Kapten tjokropranolo, pnsiun letjen. Heheh. Trimakasi

    BalasHapus
  11. Nice.. jadi pingin ikut napak tilas kapan2.

    BalasHapus

ALUN-ALUN KABUPATEN TULUNGAGUNG - JAWA TIMUR

Alun-alun Kabupaten Tulungagung, atau yang dikenal dengan sebutan “Taman Aloon-aloon" merupakan ikon dari Kabupaten Tulungagung. Taman...