Senin, 30 Oktober 2017

MENJELAJAH JALAN DAENDELS DARI ANYER (BANTEN) SAMPAI PANARUKAN (JAWA TIMUR)

Sebelum saya menceritakan perjalanan saya menjelajah jalan Daendels dari Anyer di kabupaten Serang provinsi Banten hingga Panarukan di kabupaten Situbondo provinsi Jawa Timur sejauh 1.000 km, saya terlebih dahulu menceritakan sejarah singkat pembuatan jalan Daendels. Baik, saya awali dengan mengucap Bismillahirohmanirohim.
Berdasarkan buku-buku sejarah, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (Daendels) dikenal sebagai seorang diktator yang sangat kejam, tidak berperikemanusiaan, dan selalu menindas rakyat demi keuntungan pemerintah Kolonial Belanda dan pribadinya. Sebelum meninggalkan negeri Belanda menuju Jawa, Daendels menerima dua tugas yang diberikan oleh Louis Napoleon, yang menjadi raja di negeri Belanda pada saat itu. Kedua tugas itu adalah: mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris dan memperbaiki sistem administrasi negara di Jawa. Kedua tugas ini diberikan kepadanya mengingat bahwa pada saat itu negeri Belanda berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte, dan Inggris adalah salah satu negara yang belum bisa ditaklukkan Perancis saat itu. Pada tanggal 28 Januari 1807, Daendels menerima tugas untuk menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Belanda langsung dari Louis Napoleon atas perintah dari Napoleon Bonaparte.
Daendels tiba di Batavia pada 5 Januari 1808. Memerintah hingga 1811, Daendels menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda selama tiga tahun (1808-1811). Dalam waktu relatif singat itu, dengan tangan besinya telah banyak membangun di berbagai bidang, baik untuk kepentingan ekonomi maupun pertahanan. Pembangunan monumental dan kebijakan krusial salah satunya adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan atau Jalan Raya Pos yang panjangnya mencapai seribu kilometer yang menyusuri pantai utara pulau Jawa.
Angan-angan Daendels untuk membangun jalan yang membentang antara Pantai Anyer hingga Panarukan, direalisasikannya dengan mewajibkan setiap penguasa pribumi lokal untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Mereka yang gagal, termasuk para pekerjanya, dibunuh. Kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan. Pekerjaan berat ini menelan belasan ribu korban jiwa dari orang-orang bumiputra yang dijadikan sebagai pekerja paksa tanpa dibayar atau dibayar tetapi tidak layak. Pembangunan jalan Anyer-Panarukan  yang hanya setahun (1808-1809) bisa dikata satu rekor dunia pada masanya.
Karena bersamaan dengan saat pembangunan jalan raya, Daendels juga mendirikan jasa pos dan telegraf, sehingga dikenalah juga jalan ini sebagai Jalan Raya Pos (De Groote Postweg). Pada pembuatan jalan Daendles (kerja rodi) ini setiap jarak 25 meter ditanami pohon asem di pinggir badan jalan, itu dilakukan agar badan jalan yang telah di buat tetap terpelihara dan terjaga. Pada awalnya, setiap 4,5 kilometer jalan ini didirikan pos penjagaan sebagai tempat perhentian dan penghubung pengiriman surat-surat. Jalan ini digunakan sejak tahun 1809, yang niatannya dibangun untuk tujuan militer ini, akhirnya berkembang menjadi prasarana perhubungan yang sangat penting di Pulau Jawa. Jalan ini mempersingkat waktu tempuh perjalanan darat dari Surabaya ke Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi tujuh hari,  pengiriman pos Batavia-Semarang hanya memerlukan sekitar lima hari, sebelumnya memakan 14 hari di musim kemarau atau tiga minggu sampai sebulan di musim hujan.
Daendels telah memerintahkan pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan yang jaraknya mencapai 600 paal (1 pal = 1,5 km) atau hampir 1.000 kilometer. Direncanakan jalan ini mencapai lebar dua roed (1 roed = 3,767 m2) atau jika medan memungkinkan lebarnya 7,5 meter. Setiap 400 roed (1 roed = 14,19 meter) harus dibuat satu tonggak (paal). Setiap jarak 30-40 km terdapat Gardu Pos untuk menggantikan kuda yang membawa Kereta-Pos. Lama-kelamaan di sekitar gardu Pos terbentuk desa atau kota. Dulu sebetulnya hanya tempat kandang kuda kereta pos, sehingga pengiriman Pos terus berjalan sampai di tujuan. Sekarang jika diperhatikan jarak antara tiap kota sepanjang Pantura sekitar 30-40km. Sebagian jalur Jalan Raya Pos yang dibangun oleh Daendels merupakan bagian dari jalan desa yang dirintis dan ditempuh pasukan Sultan Agung saat menyerang Batavia tahun 1628 dan 1630. Jalan Raya Pos menghubungkan kota-kota berikut: Anyer- Serang- Tangerang- Jakarta- Bogor- Sukabumi- Cianjur- Bandung- Sumedang- Cirebon- Brebes- Tegal- Pemalang- Pekalongan- Kendal- Semarang- Demak- Kudus- Rembang- Tuban- Gresik- Surabaya- Sidoarjo- Pasuruan- Probolinggo- Panarukan.

                        Gambar. Peta jalur Daendels dari Anyer sampai Panarukan

Kilomener Nol jalan Daendels dari Anyer sampai Panarukan berada di sebelah mercusuar Cikoneng.  Di sekitar Mencusuar Anyer yang terletak di Anyer Kidul, Desa Cikoneng Tambang Ayam, Kecamatan Anyer, kabupaten Serang, provinsi Banten, terdapat tapal yang menandai titik awal pembangunan Jalan Anyer-Panarukan. Dari Anyer ke Batavia, Daendels menempuh perjalanan selama empat hari. Pada musim hujan, jalan-jalan itu tidak layak dilewati. Sementara jalur laut tidak mungkin dilaluinya karena ancaman armada Inggris yang sudah mengepung pulau Jawa. Rute jalan Anyer-Batavia (Anyer-Cilegon-Serang-Tangerang-Batavia) sudah ada sebelumnya, sehingga Daendels hanya memerintahkan untuk memperkeras dan memperlebarnya. Setelah diperkeras dan dilebarkan, Anyer-Batavia dapat ditempuh dalam waktu sehari. Pekerjaan ini mudah saja karena medannya datar.
Pembuatan jalan rute Batavia-Banten tahap pertama dilaksanakan Daendels pada tahun 1808-1809. Awalnya saat itu rakyat masih mau menghimpun kekuatan untuk melaksanakan perintah paksa Daendles, namun setelah terjangitnya penyakit malaria dan banyak yang tewas, maka rakyat menghentikan bantuannya. Banyaknya korban pada pembuatan jalan Batavia-Banten menurut beberapa sejarahwan Indonesia, yang meninggal sekitar 15.000 orang dan banyak yang meningal tanpa dikuburkan secara layak. Walaupun demikian Daendels semakin keras menghadapi rakyat, ia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya menembak mati rakyat yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan apapun alasannya.
Dari hasil pemantauannya, Daendels mendapati jalan yang ada antara Bogor-Cirebon hanya sebatas jalan kecil dan tidak memungkinkan untuk pengangkutan komoditas dalam jumlah besar. Dia kemudian menugaskan komandan pasukan zeni Kolonel von Lutzow untuk melakukan pemetaan jalur Bogor-Cirebon. Hasilnya, jalur pembangunan Bogor-Cirebon yang akan ditempuh: Cisarua-Cianjur, Cianjur-Rajamandala, Rajamanadala-Bandung, Bandung-Parakanmuncang, Parakanmuncang-Sumedang, dan Sumedang-Karangsembung. Sebagian besar proyek pembangunan jalan raya ini ditujukan untuk memperbaiki dan menghubungkan jalan-jalan desa yang telah ada.  Pada pembangunan jalan Bogor – Cirebon, rincian pekerja untuk pembangunan jalan Bogor-Cirebon antara lain Cisarua-Cianjur (400 orang), Cianjur-Rajamandala (150 orang), Rajamanadala-Bandung (200 orang), Bandung-Parakanmuncang (50 orang), Parakanmuncang-Sumedang (150 orang), dan Sumedang-Karangsembung (150 orang). Perbedaan jumlah pekerja tersebut disesuaikan dengan panjangnya jalan dan beratnya medan.
Daendels memutuskan pembangunan jalan Bogor-Cirebon yang berjarak 150 km, pada 25 April 1808 dan pengerjaannya dimulai awal Mei 1808. Dalam membuat jalan yang sulit dan menembus gunung-gunung tinggi ini. Untuk membangun jalan dari Cisarua, Bogor sampai Cirebon, Daendels menyediakan dana sebanyak 30.000 ringgit ditambah dengan uang kertas yang begitu besar. Pemberian upah didasarkan pada beratnya lokasi yang ditempuh seperti batuan padas, hutan lebat, lereng bukit atau gunung, keterjalan lokasi dan sebagainya.
Sampai di kota Sumedang pembangunan jalan harus melalui daerah yang sangat berat ditembus, di daerah Ciherang Sumedang, yang kini dikenal dengan nama Cadas Pangeran. Di sini para pekerja paksa harus memotong pegunungan dengan peralatan sederhana, seperti kampak, dan lain-lain. Dengan medan yang demikian beratnya untuk pertama kalinya ada angka jumlah korban yang jatuh mencapai 5000 orang. Mereka yang meninggal karena bekerja terlalu berat dan tidak diberi makan maupun istirahat. Wilayah tersebut merupakan hutan belantara dengan tebing-tebing yang curam. Mereka bekerja di medan yang sangat berat namun dengan alat yang seadanya. Para pribumi yang menentang melakukan perlawanan kepada penjajah, namun karena kekuatan yang tidak seimbang, akibatnya tidak sedikit pribumi yang meninggal akibat perlawanan tersebut. Jalan tersebut sekarang dikenal dengan nama Jalan Cadas Pangeran. Jalan ini menghubungkan Bandung dan Cirebon. Penguasa daerah Sumedang pada saat itu Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828 ) yang lebih populer dengan sebutan Pangeran Kornel memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan itu dengan jalan membalas jabat tangan Daendels dengan tangan kiri.
Ketika pembangunan jalan sampai di daerah Semarang, Daendels mencoba menghubungkan Semarang dengan Demak. Kembali medan yang sulit menghadang. Bukan hanya karena tanahnya tertutup oleh rawa-rawa pantai, juga karena sebagian daripadanya adalah laut pedalaman atau teluk-teluk dangkal. Untuk itu kerja pengerukan rawa menjadi hal utama. Para pakerja paksa harus bekerja dengan ekstra berat, karena wilayah tersebut merupakan daerah rawa-rawa, mau tidak mau harus dilakukan pengurugan. Sebanyak 3000 jiwa korban yang meninggal saat pengerjaan ruas penghubung Semarang-Demak. Penyebab meninggalnya para pekerja di daerah ini dikarenakan mereka bekerja terlalu berat tanpa asupan makanan yang mencukupi dan juga serangan penyakit seperti malaria.
Ketika berkunjung ke Surabaya pada awal Agustus 1808, Daendels melihat bahwa jalan dari Surabaya perlu diperpanjang ke timur. Tujuannya ke wilayah Ujung Timur (Oosthoek) yang merupakan daerah potensial bagi produk tanaman tropis selain kopi, seperti gula dan nila. Di samping itu ada kemukinan perairan di sekitar selat Madura memberikan peluang bagi pendaratan pasukan Inggris. Untuk itu, dia memerintahkan F. Rothenbuhler, pemegang kuasa (gesaghebber) Ujung Timur sebagai penanggungjawab pembangunan jalan Surabaya sampai Ujung Timur yang dimulai pada September 1808. Titik akhir jalan di Ujung Timur terletak di Panarukan.  Panarukan dipilih karena dekat daerah lumbung gula di Besuki dan dengan tanah-tanah partikelir yang menghasilkan produk-produk tropis penting.
Nah, sekarang saatnya saya menyampaikan laporan perjalanan Menjelajah Jalan Daendels dari Anyer sampai Panarukan sejauh kurang lebih seribu kilometer. Tentunya saya tidak melakukan perjalanan sekaligus satu kali waktu perjalanan selesai, tetapi dalam waktu kadang terpaut lama mengingat saya harus mencari hari libur supaya tidak mengganggu pekerjaan utama saya sebagai pegawai negeri. Di sepanjang perjalanan, saya sering berhenti di suatu tempat untuk melihat-lihat keadaan di sana. Perjalanan saya awali dari titik kilometer nol di Anyer tepatnya di mercusuar Cikoneng pantai Anyer di kabupaten Serang provinsi Banten. Mercusuar yang lama pernah roboh tahun 1883 terkena tsunami ketika gunung Krakatau meletus. Namun, tahun 1885 dibangun kembali oleh Belanda.

Gambar. Menara Cikoneng Anyer Banten

Gambar. Memasuki gerbang tol Cilegon Barat

Perjalanan saya lanjutkan hingga tibalah di kota Serang, yang merupakan ibukota provinsi Banten. Provinsi Banten ini masih relativ muda hasil pemekaran provinsi Jawa Barat. Pusat pemerintahan provinsi awalnya di sekitar Alun-alun kota Serang, kini sudah dipindah ke pinggiran. Saya sempat istirahat di depan kantor gubernur, berkunjung ke masjid Agung Banten, istana Sorosowan, museum Kepurbakalaan Banten Lama dan masjid Agung Serang.
 
                                              Gambar. Alun-alun kota Serang provinsi Banten
 

Gambar. Pusat Pemerintahan Provinsi Banten di pinggiran kota Serang

Gambar. Di atas sisa-sisa istana Surosowan Banten Lama yang dihancurkan Belanda

Perjalanan saya lanjutkan ke kota Bogor yang berjarak sekitar 60 km utara Batavia. Jalan Daendels setelah Batavia berganti arah ke selatan melewati Bogor - Cianjur - Bandung.
 
Gambar. Jalan Pajajaran samping Kebun Raya Bogor di Paledang kota Bogor

Sampailah saya di kota Bandung, ibukota provinsi Jawa Barat. Sungguh suatu kota yang sejuk, Bandung mendapat julukan kota Kembang dan juga Paris van Java. Daendels menancapkan patok Bandung KM 0 yang sekarang ada di jalan Asia Afrika.

Gambar. Di sini, Daendels menancapkan pathok Bandung KM 0

Gambar. Prasasti Bandoeng KM 0

Dari Bandung perjalanan dilanjutkan ke kabupaten Sumedang. Salah satu jalur tersulit dalam pembuatan jalan Anyer-Panarukan ada di antara Bandung - Sumedang yang dinamakan Cadas Pangeran yang berada di kecamatan Pamulihan kabupaten Sumedang.
 
Gambar. Jalur Bandung-Sumedang di Cadas Pangeran
 
Gambar. Cadas Pangeran kabupaten Sumedang
 
Perjalanan dilanjutkan ke kabupaten Brebes provinsi Jawa Tengah. Brebes sudah lama terkenal dengan telor asinnya. Wah rasanya rugi kalo tidak mencicipi telor asin, juga sate kambingnya, mak nyusss....Saya sempat merasakan sate kambing di suatu rumah makan di wilayah kecamatan Tanjung kabupaten Brebes. Mantap sekali sate kambingnya, besar dan lemaknya yang manis.

Gambar. Di suatu rumah makan di wilayah kecamatan Tanjung kabupaten Brebes Jawa Tengah

Sekarang tiba di kota Semarang, ibukota provinsi Jawa Tengah. Kota yang ramai dengan banyak peninggalan gedung-gedung tua. Salah satunya Lawang Sewu.

Gambar. Lawang Sewu kota Semarang
 
Dari Jawa Tengah sampailah masuk di Jawa Timur, tepatnya di kabupaten Tuban. 

Gambar. Di pantai pinggiran jalan Daendels kota Tuban saat pagi hari.

Setelah melewati kabupaten Gresik, sampailah di ibukota provinsi jawa Timur, yakni kota Surabaya.

Gambar. Pintu gerbang kota Surabaya dari arah Gresik
 
Meninggalkan kota Surabaya, bergeser ke selatan sampailah di perbatasan kota Surabaya dengan kabupaten Sidoarjo di kecamatan Waru Sidoarjo. 
 
 Gambar. Perbatasan Surabaya dan Sidoarjo di Waru
 

Gambar. Jalan Daendels ruas Sidoarjo - Pasuruan dilihat dari atas tanggul Lapindo
 
Keluar kabupaten Sidoarjo selanjutnya memasuki kabupaten pasuruan setelah melewati kali Porong yang lebar. Sampailah di kecamatan Gempol dan ke timur lagi tiba di kota Bangil yang mendapat sebutan Bang Kodir (Bangil Kota Bordir) 
 
Gambar. Gerbang kota Bangil sisi barat
 
Dari Bangil 15 km ke arah timur tibalah di kota Pasuruan.
Gambar. Masjid Al Anwar kota Pasuruan
 
 
Gambar. Ada kereta keluar jalur di sebelah utara jalan Daendels kecamatan Rejoso kabupaten Pasuruan

Perjalanan dilanjutkan ke kota angin gending dan kota mangga dan anggur, yakni kota Probolinggo.

Gambar. Jalan Daendels di sekitar Alun-alun kota Probolinggo

Gambar. Di pantai Pasir Putih kabupaten Situbondo, 100 meter utara jalan Daendels 
 
 
Akhirnya sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan saya finish di KM 1000 jalan poros Daendels Anyer-Panarukan. Terima kasih yaa Allah.

Gambar. Finish di ujung jalan Daendels km 1000 di Panarukan Situbondo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MASJID AL-JABBAR KOTA BANDUNG - JAWA BARAT

Masjid Raya Al Jabbar terletak di kecamatan Gedebage kota Bandung berjarak sekitar 2 km tenggara Stasiun Gedebage Bandung. Masjid iini mulai...