Candi Singosari atau candi Singhasari adalah candi bersejarah peninggalan kerajaan Singhasari dan merupakan candi Hindu & Budha. Candi ini terletak di desa Candirenggo, kecamatan Singosari kabupaten Malang sekitar 9 km utara kota Malang, dan ditemukan pada awal abad 18, yaitu sekitar tahun 1800-1850.
Pada awal penemuan, pihak Belanda memberi nama candi ini sebagai candi Merana karena bentuknya yang menyerupai menara.
Dari segi arsitektur, candi Singosari memiliki keunikan yang seolah-olah memiliki dua tingkat bangunan. Hal yang menarik lainnya bisa dilihat dari hiasan luar candi yang seharusnya rata, tapi tidak demikian pada candi Singosari. Hal ini di estimasikan belum adanya penyelesaian saat pembuatan yang kemudian langsung ditinggalkan.
Keberadaan kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi darikitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung.Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yangdiperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadirimeminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M/ 1144 C KenArok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran didesa Ganter.Dengan kemenangannya maka Ken Arok dapat menguasai seluruh kekuasaan kerajaanKadiri dan menyatakan dirinya sebagai raja Singosari dengan gelar Sri Rajasa SangAmurwabhumi.
Dari tindakan-tindakan politik Kertanegara tersebut, di satu sisi Kertanegara berhasil mencapai cita-citanya memperluas dan memperkuat Singasari, tetapi dari sisi yang lainmuncul beberapa ancaman yang justru berakibat hancurnya Singasari. Ancaman yangmuncul dari luar yaitu dari tentara Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena Kertanegaratidak mau mengakui kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan yaitu Mengchi. Dari dalam adanya serangan dari Jayakatwang (Kadiri) tahun 1292 yang bekerja sama dengan Arya Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga sebelumnya.Kertanegara terbunuh, maka jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri. Setelah Kertanegara meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candiJawi sebagai Syiwa Budha, di candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala sebagai Jina(Wairocana) bersama permaisurinya Bajradewi.
Terdapat perbedaan antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkanurutan raja-raja Singhasari.
Raja-raja Tumapel versi Pararaton adalah:
1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 – 1247)
2. Anusapati (1247 – 1249)
3. Tohjaya (1249 – 1250)
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 – 1272)
5. Kertanagara (1272 – 1292)
Raja-raja Tumapel versi Nagarakretagama adalah:
1. Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 – 1227)
2. Anusapati (1227 – 1248)
3. Wisnuwardhana (1248 – 1254)
4. Kertanagara (1254 – 1292)
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib. Di antara para raja di atas hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara saja yang didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka. Dalam Prasasti Mula Malurung (yang dikeluarkan Kertanagara atas perintah Wisnuwardhana) ternyata menyebut Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Kertanagara tahun 1255 selaku raja bawahan di Kadiri. Jadi, pemberitaan kalau Kertanagara naik takhta tahun 1254 perlu dibetulkan. Yang benar adalah, Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri dahulu. Baru pada tahun 1268, ia bertakhta di Singhasari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar