Selasa, 27 Agustus 2013

MUSEUM MANDALA WANGSIT SILIWANGI KOTA BANDUNG - JAWA BARAT

Bangunan museum ini dibangun sekitar tahun 1910, dengan fungsi semula adalah Militaire Akademie Bandung, saat ini bangunan ini difungsikan menjadi museum yaitu Museum Madala Wangsit Siliwangi.
Museum Mandala Wangsit Siliwangi yang terletak di Jl Lembong 38 Bandung ini, memiliki areal seluas 4176 m2 dan luas bangunan 1674 m2, menempati sebuah gedung yang pernah digunakan sebagai markas Divisi Siliwangi yang pertama di Kota Bandung (Staf Kwartier Territorium III Divisi Siliwangi) pada tahun 1949-1950 yang berlokasi di Oude Hospital Weg (sekarang jalan lembong).
Sebagai markas militer, pada tanggal 23 Januari 1950 gedung ini pernah menjadi sasaran utama serangan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di bawah pimpinan Kapten Raymond Westerling. Dalam Peristiwa tersebut gugur sebanyak 79 Prajurit TNI/Siliwangi, termasuk diantaranya Mayor Adolf Lembong.
Mengingat pentingnya pelestarian dan pewarisan nilai-nilai kejuangan ’45 kepada generasi muda agar kesadaran serta penghayatan terhadap sejarah perjuangan bangsanya tetap utuh; maka Kodam III/Siliwangi memandang perlu untuk mendirikan Museum Mandala Wangsit Siliwangi.

Gerbang masuk bangunan museum


Untuk hal itulah dikumpulkan beberapa benda koleksi yang bernilai sejarah dari kurun waktu antara masa perjuangan kemerdekaan, masa perang kemerdekaan, dan masa selanjutnya yang berhubungan dengan perjuangan Divisi Siliwangi dan Rakyat Jawa Barat pada umumnya.


Benda-benda yang berhasil dikumpulkan diantaranya berupa senjata tradisional berupa kujang, keris, pedang, golok, tombak, panah, pedang bambu, dan samurai; senjata api dari berbagai jenis dan kategori; serta berbagai kendaraan militr yang penah digunakan.


Adapun benda lainnya berupa alat dan perlengkapan yang pernah digunakan Divisi Siliwangi dan Rakyat Jawa Barat dalam bertempur untuk mempertahankan daerahnya.


Disamping berbentuk benda-benda koleksi, terdapat juga foto-foto perjuangan dari masa revolusi fisik antara tahun 1945 sampai dengan 1949, foto-foto mantan Panglima Siliwangi, tanda pangkat, lencana, Panji Siliwangi, mata uang, peta dan sebagainya.

                              
Halaman depan museum Mandala Wangsit Siliwangi

Museum Mandala Wangsit Siliwangi, diresmikan penggunaannya oleh Pangdam III/Siliwangi ke-8, Kolonel Ibrahim Adjie pada tanggal 23 Mei 1966 dan termasuk dalam kategori museum sejarah/perjuangan tingkat kodam.


Sebagai sarana pendidikan, Museum Mandala Wangsit Siliwangi dilengkapi pula oleh lukisan diorama dan ruang audio visual untuk pemutaran film documenter (sejak tahun 1990 tidak lagi dipergunakan karena rusak) perjuangan Divisi Siliwangi dan rakyat Jawa Barat.

Koleksi senjata pasukan Kodam Siliwangi


Museum dibuka untuk umum pada hari Senin Kamis, Pukul 08.00 s.d. 13.00 WIB, Jum’at pukul 08.00 s.d. 10.00 Wib, dan Sabtu pukul 08.00 s.d. 12.00 WIB.

TAMAN RAFLESIA ALUN-ALUN KABUPATEN CIAMIS - JAWA BARAT

Ciamis merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat. Sebelum dimekarkan wilayahnya menjadi kota Banjar dan kabupaten Pangandaran, Ciamis memiliki wilayah yang cukup luas, maka Ciamis memiliki banyak objek wisata yang cukup beragam, mulai dari wisata pegunungan sampai wisata air. Salah satu dari sekian banyak objek wisata yang menarik di Ciamis adalah objek wisata Alun-alun Ciamis.

Alun-alun Ciamis atau dikenal pula dengan nama Taman Rafflesia. Penamaan Taman Rafflesia sendiri karena di Ciamis tepatnya di Pangandaran terdapat bunga Rafflesia Arnoldi. Tetapi karena Pangandaran telah berpisah dari Ciamis pada tahun 2012, maka pemerintah Ciamis akan mengubah nama Taman Rafflesia menjadi Taman Galuh Priangan.
Alun-alun Ciamis menyediakan wisata kuliner yang menggiurkan, mulai dari jajan pasar, seperti gehu, bala-bala, sampai bubur ayam yang buka 24 di restoran Pusaka Ciamis (Haji Etom). Adapula wisata rekreasi, terutama bagi anak-anak, seperti Deldom (Delman Domba). Alun-alun Ciamis dikelilingi tempat-tempat penting di Ciamis, seperti Gedung DPRD CiamisPendopo CiamisKantor Pos CiamisCiamis MallToserba Yogya, dan Mesjid Agung Ciamis.
Alun-alun Ciamis ramai hampir setiap hari, terutama pada sore hari. Sedangkan pada hari libur biasanya sudah ramai sejak pagi hari.
Jadi apabila Anda sedang di Ciamis, tidak ada salahnya untuk istirahat sebentar menikmati wisata kuliner dan rekreasi yang menyenangkan

PERKEBUNAN TEH CIATER KABUPATEN SUBANG - JAWA BARAT

Selama menjajah Indonesia, Belanda banyak mendirikan perusahaan perkebunan diantaranya pada tahun 1915  mulai membudidayakan tanaman teh yang sangat luas arealnya sehingga produksi teh sangat berlimpah maka pada tahun 1920 s/d 1922 Bangsa Belanda mulailah mendirikan pabrik untuk pengolahan teh di tiap – tiap Perkebunan yang ada di Jawa Barat tak terkecuali Perkebunan yang ada di kabupaten Subang yaitu Pabrik Pengolahan TehTambakan, Kasomalang dan Serengsari.
 
 
Pada tahun 1934 pabrik teh di daerah Ciater didirikan, dan dioperasikan pada tahun 1937 dengan kapasitas olah ± 900 ton Teh kering setahun.
Pada tahun 1945 Indonesia merdeka terbebas dari segala bentuk penjajahan dan pada sekitar tahun 1950-an Belanda meninggalkan Indonesia, semua peninggalan Belanda diambil alih oleh Inggris salah satunya perusahaan P&T Land PT (Pamanukan dan Tjiasem Land) yang berkantor pusat di Kota Subang.
Setelah Inggris meninggalkan Indonesia semua asset diambil oleh Bangsa Indonesia. Awalmula perkebunan dikelola oleh suatu perusahaan yang diberi nama PTP.XIII, dan sekitar tahun 1979 semua peralatan termasuk mesin-mesin pengolahan diperbaiki dan dimodifikasi disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.
Perkebunan Ciater merupakan salah satu perkebunan yang banyak menghasilkan produksi. Kerena banyaknya produksi, sehingga proses pengolahan tidak berjalan dengan baik akibat kapasitas pengolahan waktu itu hanya sedikit, maka pada tahun 1989 direksi PTP XIII memutuskan untuk membuat pabrik dengan kapasitas pengolahan yang lebih banyak (± 60-70 ton/hari basah). Pabrik yang baru dibangun tahun 1990 diatas tanah seluas 20.000 m3 dengan ketinggian dari permukanan laut ± 1050 Mtr dan suhu rata-rata 18-25ÂșC mampu bersaing dengan perkebunan-perkebunan lainnya dan mampu menghasilkan teh jadi yang berkwalitas baik sehingga terkenal ke mancanegara.
                     

Perkebunan Ciater terletak di kaki gunung Tangkuban Perahu di antara jalan raya Subang Bandung yang mana wilayah bagian selatan berbatasan dengan kabupaten Bandung Barat terletak di daerah Wates Tangkuban perahu, batas sebelah utara terletak di kecamatan Serangpanjang antara jalur Jalan raya Jalancagak dan Wanayasa.






Selasa, 30 Juli 2013

CANDI JABUNG PAITON KABUPATEN PROBOLINGGO - JAWA TIMUR

Terletak di desa Jabung kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo sekitar 30 km sebelah timur kota Probolinggo. Konon pada abad ke-14 di kota Sumenep Madura berlangsung suatu pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh Raja Agus Abdullah dan didampingi oleh dua orang patih, yaitu Patih Abdurrahman dan Patih Abdurrahim.
Raja Agus Abdullah belum mempunyai istri sebagai permaisuri. Maka pada suatu saat Sang Raja memanggil kedua patihnya untuk diajak musyawarah tentang bagaimana mendapatkan seorang putri sebagai pendampingnya. Patih Abdurrahman berkenan memberikan saran bahwa Permaisuri yang cocok bagi Sang Raja adalah putri dari tanah Jawa. Ternyata saran dari Patih Abdurrahman diterima oleh Sang Baginda Raja Agus Abdullah. Tibalah saat yang baik, Baginda Raja Agus Abdullah mengajak kedua patihnya beserta prajuritnya yang tangguh berangkat ke tanah Jawa untuk mencari calon permaisuri.
Sementara itu dipulau Jawa sedang berkembang kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Hayam Wuruk dengan didampingi Maha Patih Gajah Mada. Dalam pertemuan agung dikerajaan Majapahit, Raja Hayam Wuruk memerintahkan kepada Ki Patih Gajah Mada untuk membangun candi di wilayah Jawa bagian timur. Berangkatlah Patih Gajah Mada beserta prajurit yang berpengalaman dalam membuat candi dan menghadapi musuh bilamana perlu.
 Perjalanan laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada ke wilayah timur sampailah di suatu tempat yang cocok untuk beristirahat. Ternyata di tempat itu terdapat sebuah taman yang indah dan sejuk. Taman itu dijaga oleh jin yang dapat bicara seperti manusia. Maka terjadilah percakapan antara jin penjaga taman dan Patih Gajah Mada beserta prajuritnya. Dalam percakapan itu Patih Gajah Mada ingin masuk dan mandi di kolam yang terdapat dalam taman itu. Namun maksud Ki Patih ditolak oleh Jin Penjaga Taman. Karena kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah, maka terjadilah pertempuran antara Laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada dengan Jin Penjaga Taman.
Dalam pertempuran itu Jin Penjaga Taman terdesak dan akhirnya dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada, namun tidak dibunuh. Karena tidak dibunuh, Jin Penjaga Taman Merasa berhutang budi pada Patih Gajah Mada.
Sebelum ia pergi, Jin itu berpesan pada Gajah Mada 'Hai, Mada manusia perkasa aku tahu kesaktian dan tujuannmu. Kamu diperintah rajamu membuat candi. Ketahuilah hai Mada, bahwa membuat candi itu tidak semudah yang kau bayangkan. Tidak mungkin kau kerjakan sendiri yang dapat membuat candi itu adalah bangsa halus yaitu bidadari putri dari kayangan.' Setelah menyampaikan pesan itu Jin Penjaga Taman meninggalkan Laskar Majapahit dan terbang ke angkasa.
Di kahyangan, Bidadari Putri Kahyangan bernama Dewi Nawang Sasi sedang menghadap Sang Bathara Indra ramandanya. Ia mohon pamit ingin ke bumi. Dewi Nawang Sasi diijinkan asal bersama dengan Dewi Nawang Sukma dan Nawang Seta. Berangkatlah ketiga bidadari itu turun ke bumi, dan sampailah di taman yang sejuk dan indah. Disitu, ketiga bidadari bertemu dengan Laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada.
Gajah Mada tahu bahwa ketiga putri itu adalah bidadari dari kahyangan. Gajah Mada ingat pesan Jin Penjaga Taman sebelum pergi. Maka diutarakannya maksud Gajah Mada ingin membangun candi dan minta bantuan kepada para bidadari. Para bidadari itupun menyanggupi permintaan Gajah Mada, dengan tiga macam syarat,antara lain:
1. Pembuatancandi ditetapkan pada malam Jum'at manis.
2. Saat pembuatan, bangsa kasar seperti manusia dilarang berada disekitar tempat pembuatan
    candi.
3. Setelah usai, hadiahnya harus sesuai dengan pekerjaan itu.
Mengingat beratnya tugas yang diembannya, Gajah Mada menyanggupi ketiga syarat tersebut. Karena pembuatan candi tidak boleh dilihat manusia, maka Gajah Mada bersama prajurit mohon pamit pulang ke Majapahit.
Namun Gajah Mada berniat ingin mengintip bekerjanya para bidadari membuat candi. Pada malam Jum'at manis, pembuatan candi dimulai. Pekerjaan pertama dilakukan oleh Nawang Sasi dan Nawang Sukma, sedangkan Patih Gajah Mada dengan asyiknya mengintip. Namun apa hendak dikata, ulah Gajah Mada diketahui oleh Nawang Sasi dan Nawang Sukma.
Pembuatan candi itu akhirnya digagalkan, karena itu candi tersebut dinamakan candi Wurung, yang sekarang masih ada di tengah sawah sebelah barat Jabung Sisir.
Patih Gajah Mada merasa cemas karena pembuatan candi itu gagal. Ia segera melanjutkan perjalanan pulang ke Majapahit. Mengetahui Patih Gajah Mada benar-benar pergi, Nawang Sasi dan Nawang Sukma melanjutkan membangun candi. Namun tidak ditempat pembuatan semula, ini dipindahkan kira-kira seribu kaki kearah timur. Pembuatan candi kali ini berjalan lancar karena dijaga ketat dan tidak ada manusia yang melihatnya.
Tiba saatnya Nawang Sasi menyerahkan candi itu kepada Patih Gajah Mada sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Gajah Mada menerima candi itu dan mengucapkan terima kasih. Selesai penyerahan candi Patih Gajah Mada melaporkan kepada Sang Raja Prabu Hayam Wuruk. Sang Prabu merasa bangga atas keberhasilaan pembuatan candi itu dan bermaksud untuk meninjau.
Maka berangkatlah Raja Hayam Wuruk beserta rombongan ke lokasi candi. Raja Hayam Wuruk tertegun dan kagum menyaksikan keindahan candi itu. Kemudian, oleh Sang Prabu, candi itu diberi nama 'Candi Mojopaito'. Setelah beberapa saat di lokasi candi, rombongan Prabu Hayam Wuruk kembali ke Majapahit.
Beberapa hari kemudian datanglah Raja Agus Abdullah dari Sumenep beserta pengiringnya dilokasi sekitar candi. Raja Agus Abdullah menuju kearah barat laut, dan sampailah di sebuah taman yang indah dan beristirahatlah di taman itu. Dalam taman itu terdapat sebuah kolam yang sebenarnya tempat mandi para bidadari. Raja Agus Abdullah bermaksud mandi di kolam itu. Belum sampai niatnya terpenuhi, ia dikejutkan oleh sapaan dua orang putri tiada lain Nawang Sasi dan Nawang Sukma, bidadari yang sedang mandi di kolam itu. Raja Agus Abdullah terpesona dengan kecantikan kedua putri itu. Sesuai dengan niatnya datang ke tanah Jawa untuk mencari istri. Oleh karena itu Raja Abdullah ingin mempersunting Nawang Sasi.
Berbagai upaya Sang Raja untuk dapat berkenalan dengan Nawang Sasi dan menyampaikan niatnya mempersunting Nawang Sasi untuk dijadikan permaisuri di keraton Sumenep. Raja Agus Abdullah menemui kesulitan, karena menurut Putri Nawang Sasi, ia tidak mungkin menjadi istri Raja Agus Abdullah, karena Putri Nawang Sasi adalah makhluk halus.
Namun godaan Raja kepada Putri Nawang Sasi semakin menjadi sehingga diketahui oleh Nawang Seta. Terjadilah pertempuran antara Raja dan Nawang Seta. Nawang Seta terbunuh, sedang Nawang Sasi dan Nawang Sukma melarikan diri terbang ke kahyangan.
Sepeninggal Putri Nawang Sasi dan Nawang Sukma, Raja bersemedi. Disaat bersemedi, Raja mendengar suara gaib 'Wahai cucu Prabu Agus Abdullah, engkau mempunyai cita-cita mulia, teruskan dan jangan putus asa! Ikuti petunjukk ini: pada waktu Putri Nawang Sasi mandi, curilah selendang sayapnya dan sembunyikan dibawah pohon pisang disebelah taman ini.'
Mendengar suara gaib, Sang Raja terbangun dari semedinya. Berkali-kali Sang Raja mengadakan pengintaian. Pada hari yang keempatpuluh yang ditunggupun muncul. Putri Nawang Sasi dan Nawang Sukma mandi di kolam taman. Dengan mengendap-endap dicurinya selendang sayap kedua putri yang sedang mandi itu.
Seusai mandi kedua putri itu hendak mengenakan kembali selendang sayapnya, namun tidak ada. Mengetahui kedua putri itu menangis Raja mendekati dan bertanya. Raja mengakui bahwa selendang mereka ada padanya. Kedua putri itu merengek dan minta selendangnya. Namun raja tidak memberikan. Hingga Putri Nawang Sasi berkata 'Wahai Tuan Raja serahkan selendang adikku Nawang Sukma, aku bersedia hidup bersama Tuan Raja, dengan syarat apabila kelak dikaruniai keturunan, kembalikan selendangku.”
Akhirnya Raja Agus Abdullah menyetujui, dan kembalilah Nawang Sukma ke kahyangan memberi tahu orang tuanya. Sepeninggal Nawang Sukma Raja Agus Abdullah memperistri Nawang Sasi. Mereka menuju candi dan beristirahat. Dalam peristirahatannya, Putri Nawang Sasi adalah buatan putri. Maka disitulah tinggal hingga mempunyai keturunan dan diberi nama 'Singo Jabang'. Sesuai dengan janjinya, setelah punya keturunan Putri Nawang Sasi meminta kembali selendang sayapnya dan kembali terbang ke kahyangan. Tinggal Raja Agus Abdullah bersama putranya yang bernama Singo Jabang.
Beberapa saat kemudian Raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk bersama prajuritnya mengadakan kunjungan ke Candi Mojopaito untuk acara perawatan dan memperindah candi. Sampai di Candi Mojopaito, Prabu Hayam Wuruk bertemu dengan Raja Agus Abdullah. Masing-masing mempertahankan hak untuk memiliki candi itu. Menurut Raja Agus Abdullah candi itu miliknya karena yang membangun candi itu adalah istrinya yaitu Putri Nawang Sasi. Sedangkan menurut Prabu Hayam Wuruk candi itu milik Sang Prabu karena yang membangun adalah patihnya yaitu Gajah Mada.
Karena kedua belah pihak tidak mau mengalah, terjadilah pertempuran antara pasukan Raja Agus Abdullah dan pasukan dari Majapahit. Dalam pertempuran itu Raja Agus Abdullah terbunuh. Jenazahnya dimakamkan disekitar candi. Putra Raja Agus Abdullah yaitu Singo Jabang diselamatkan oleh ibunya yaitu Putri Nawang Sasi dan dibawa kekahyangan. Dengan selamatnya Singo Jabang maka candi itu diberi nama Candi Jabang atau Candi Jabung

Senin, 29 Juli 2013

PANTAI PARANGKUSUMO KABUPATEN BANTUL - D.I. YOGYAKARTA

Terletak 30 km selatan kota Yogyakarta, pantai Parangkusumo memiliki sejumlah warung yang menjajakan makanan. Banyaknya jumlah peziarah membuat wilayah pantai ini hampir selalu ramai dikunjungi, bahkan hingga malam hari. Cukup banyak pula para peziarah yang menginap di pantai ini untuk memanjatkan doa. 



Pantai Parangkusumo merupakan salah satu pantai yang dikramatkan oleh penduduk sekitar kawasan Pantai Parangtritis, Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam tradisi Jawa, pantai Parangkusumo ini dianggap sebagai gerbang utama atau jalan tol menuju Keraton Gaib Laut Selatan, sebuah kerajaan Nyi Roro Kidul yang menguasai Laut Selatan (Samudera Hindia).







Kamis, 18 Juli 2013

CANDI SOJIWAN KABUPATEN KLATEN - JAWA TENGAH

Candi Sojiwan dibangun setelah terjadi komplikasi dari perkawinan politik di antara dua dinasti yang berkuasa di Jawa pada abad ke-9 M.  Saat itu wilayah Selatan dikuasai oleh wangsa Sanjaya beragama Hindu Siwa, sedangkan wilayah utara didominasi oleh wangsa Syailendra yang menganut Budha Mahayana. Perebutan pengaruh menimbulkan ketegangan sehingga ditempuh upaya perdamaian yaitu dengan menikahkan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya dengan Pramodawardhani dari wangsa Syailendra, dinikahkan untuk meredam konflik tersebut.
Pernikahan ini ditentang oleh saudara Pramodawardhani, yang bernama Balaputra Dewa. Maka perang pun tak terhindarkan. Balaputra Dewa berhasil dikalahkan oleh Rakai Pikatan sehingga melarikan diri ke Sumatera. Di sana dia membangun kerajaan Sriwijaya.
Sementara itu, rakai Pikatan dan isterinya bahu-membahu membangun kehidupan harmonis antara pemeluk Hindu Syiwa dengan Budha Mahayana. Mereka ingin supaya kedua agama tersebut dapat terus hidup dan berkembang dengan damai dan saling menghormati. Sebagai buktinya, Rakai Pikatan membangun candi Prambanan yang bercorak Hindu. Namun dalam radius kurang dari 5 meter, candi Hindu ini dikelilingi candi-candi Budha seperti Kalasan, Plaosan, Sewu dan Sojiwan.
Candi Sojiwan ini bercorak agama Buddha. Hal ini dibuktikan dengan bentuk candi yang memiliki beberapa stupa. Candi ini dibangun kira-kira pada pertengahan abad ke-9. Menurut beberapa prasasti yang sekarang disimpan di Museum Nasional , candi Sojiwan kurang lebih dibangun antara tahun 842 dan 850 Masehi. Candi ini dibangun kurang lebih pada saat yang sama dengan candi Plaosan.
 

PemugaranPenelitian terhadap candi ini sudah dirintis sejak tahun 1813 oleh Mackenzie, seorang penjelajah Barat, anak buah Raffles. Pemetaan kembali dilakukan secara bertahap mulai dari tahun 1893. Dan pada tahun 1950, candi ini seenarnya sudah mulai dibangun kembali. Akan tetapi gempa yang menggoncang Jawa Tengah pada tahun 2006 silam menyebabkan candi ini runtuh lagi. Untuk itu dilakukan pemugaran kembali. Pada akhir tahun 2011, bangunan induk candi Sojiwan telah selesai dan diresmikan.
Candi induk menghadap ke arah barat. Dasar candi berbentuk segi empat. Selasar atau teras berada di atas dasar candi, mengelilingi badan candi. Pintu candi memiliki penampil yang menjorok ke depan juga dilengkapi tangga bersayap yang ujungnya relief Kalamakara.
Pada kanan dan kiri tangga terdapat relief. Demikian pula pada dasar candi serta bagian pintu. Umumnya, relief bercirikan candi Budha, antara lain makhluk kerdil dan Kinari-Kinari atau makhluk bersayap penghuni kahyangan. Pada sudut-sudut candi terdapat relief Simbar , yang lainnya adalah Jaladwara atau saluran air.
Badan candi ini berbentuk segi empat. Di dalamnya ada sebuah bilik namun sudah kosong. Diperkirakan dulu berisi arca karena terdapat tiga lapik berbentuk bunga teratai. Pada pos satpam terdapat tiga patung budha yang kemungkinan besar berasal dari bilik utama candi induk.
 

Selain candi induk, terdapat juga stupa dan candi perwara. Akan tetapi sampai sekarang, keduanya belum dipugar. Tumpukan batu candi perwara teronggok di selatan candi induk. Sementara itu, stupa mulai disusun kembali di utara candi induk. Yang menarik, stupa ini tidak menggunakan batu andesit tetapi berbahan batu kapur yang berwarna putih.
Situs candi ini sebenarnya jauh lebih luas daripada kompleks candi yang ada pada saat ini. Para ahli memperkirakan masih ada parit dan peninggalan-peninggalan lain di luar pagar. Sayangnya. wilayah itu sudah menjadi pemukiman warga desa dan ladang tebu.

                                 

Ancar-ancar
Candi ini hanya berjarak 2 km di selatan candi Prambanan. Untuk menuju ke candi ini tidaklah sulit. Dari arah Solo atau Jogja, Anda mencari tugu batas propinsi dulu, Perhatikan bahwa ada jalan kecil di sebelah selatan tugu ini. Masuklah ke jalan tersebut.Setelah melewati rel kereta api, kira-kira 300 meter Anda akan menemukan pertigaan. Ambil jalan yang lurus menuju desa Kebon Dalem Kidul. Kira-kira 400 meter Anda akan menemukan jalan ke arah kiri (timur). Masuklah dan susuri jalan ini. Setelah 200 meter, Anda sudah sampai di lokasi.

Rabu, 08 Mei 2013

ASTANA GIRIGONDO KABUPATEN KULONPROGO - D.I. YOGYAKARTA

Selain memiliki makam raja-raja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga memiliki makam bersejarah lainnya. Makam tersebut bernama Makam Astana Girigondo. Pemakaman ini letaknya di daerah perbukitan Menoreh. Komplek Pemakaman Astana Girigondo ini hanya diperuntukkan bagi para raja, keluarga raja dan kerabat Pakualaman. Untuk pertama kalinya, Astana Girigondo digunakan untuk memakamkan KGPAA Paku Alam V. Tepatnya pada September 1900. Peristiwa bersejarah ini ditunjukkan dengan adanya prasasti yang disematkan pada gapura makam teras pertama.Selain itu, latar belakang pemilihan lokasi makam di Kulonprogo ini berkaitan erat dengan asal-usul KGPAA Paku Alam V yang merupakan putra KGPAA Paku Alam II dari Garwo Raden Ayu Resminingdyah yang berasal dari Trayu, Tirtarahayu, Galur, Kulonprogo.


Pada gapura pintu masuk Komplek Pemakaman Astana Girigondo ini terdapat simbol Pakualaman dan tulisan Jawa, yang berbunyi ‘Girigondo’. Secara garis besar kompleks makam ini dibagi menjadi 6 teras. Tiap-tiap teras dihubungkan dengan tangga. Pengunjung harus melalui trap-trap bahkan siapapun yang menghitungnya pasti akan berbeda jumlahnya satu sama lain untuk naik menuju makam. Anda juga dapat menikmati pemandangan di kanan kiri lembah perbukitan sambil menaiki trap satu ke trap yang lain.
Pada teras I, yakni teras yang paling tinggi, Anda akan melihak tembok dan pagar besi setinggi 2,40 m yang mengelilingi teras tersebut dengan gapura masuk dan pintu gerbang dari besi. Teras I ini berukuran 3,2 x 2,155 meter ini. Di tempat tersebut dimakamkan keluarga Pakualaman, istri, anak dan menantu sebanyak 32 makam.


Teras II terletak di sebelah Selatan dari teras I. Bagian ini dihubungkan dengan tangga berjumlah 21 anak tangga, dan terdapat 8 buah makam di dalamnya. Teras III, baru ditempati 2 buah makam dan lahannya masih kosong. Sedangkan pada teras IV, terdapat 3 buah makam kerabat jauh Pakualaman. Teras V masih kosong. Sedangkan Teras VI, dibagi menjadi bagian Barat dan Timur. Bagian Barat terdapt 2 buah makam, dan bagian Timur terdapat 7 buah makam.
Di sini dimakamkan KGPAA Paku Alam V, VI, VII, VIII beserta keluarganya. Sedangkan KGPAA Paku Alam I, II, III, IV dimakamkan di pemakaman Hastorenggo, Kotagede, Yogyakarta. Alasan tidak bersatunya pemakaman Paku Alam karea areal pemakaman di Hastorenggo telah penuh, sehingga membuat Paku Alam V akhirnya mencari tempat lain untuk pemakaman kerabat Paku Alam seterusnya. Dan dipilihlah Dusun Girigondo untuk dibangun area pemakaman. 


Di area komplek Pemakaman Astana Girigondo ini terdapat fasilitas seperti area parkir yang cukup luas dan Masjid bersejarah yang didirikan oleh Keluarga Raja Pakualaman. Di masjid itulah tempat para warga dusun mengikat tali silaturahmi. Mereka juga biasa menyelenggarakan Jamaah Sholat Jumat dan tempat para pemuda Girigondo mengkaji Agama Islam. Di sekitar Makam Girigondo dengan pemandangan yang indah nan sejuk tersebut juga terdapat pemukiman warga yang sudah menetap sejak lama dan kebanyakan warga asli dusun tersebut.


MUSEUM PURBAKALA TRINIL KABUPATEN NGAWI - JAWA TIMUR

Museum trinil terletak di dukuh Pilang, desa Kawu, kec. Kedunggalar, sekitar 14 km ke arah barat dari pusat kota Ngawi. Di sudut tenggara wilayah museum, terdapat sebuah prasasti yang menunjukkan tempat ditemukannya Pithecanthropus 1.


Di dalam museum Trinil, banyak sekali tersimpan fosil-fosil puraba sepertiosil tengkorak manusia purba ( Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi ), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
 

 
Museum ini juga biasa digunakan sebagai tempat penelitian oeh mahasiswa atau pun badan lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Memang nama museum yang satu ini sudah terkenal di mata dunia kepurbakalaan diseluruh dunia. Tapi sayangnya, masyarakat Ngawi yang notabene sebagai tuan rumah dari museum ini, sangat jarang sekali berkunjung ke museum ini. Dan lebih parahnya lagi, taman-taman disekitar museum, malah dijadikan tempat berpacaran oleh anak-anak muda karena tempatnya memang sepi.
 
 

Untuk kembali menarik pengunjung, pihak pengelola sudah menata rapi taman-taman disekitarmuseum, sehingga areal museum terlihat bersih, indah, dan asri. Di depan museum juga terdapat pendopo yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat.


Namun masih ada yang kurang, bangunan museum ini menurut saya sudah tidak memadahi. Karena, banyak plafon/atap yang sudah rusak, cat sudah mengelupas dan masih banyak lagi.
Sebenarnya sudah ada rencana pemugaran kembali gedung museum, tapi hingga saat ini belum dilaksanakan, karena, untuk wisata sejarah, yang mengurus bukan pemda, tapi pemprov. Jadi pemda hanya menyediakan lahan dan kemudian pemprov membangunnya.
Kita semua pasti berharap, semoga museum trinil bisa segera dibenahi, dan menjadi tempat favorit wisata agar wilayah museum menjadi ramai dan tidak digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

MUSEUM SRI BADUGA KOTA BANDUNG - JAWA BARAT

Museum Negeri Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185 Tegallega Bandung dan berhadapan langsung dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega. Bangunan Museum ini berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa Barat yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern; adapun bangunan aslinya tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai ruang perkantoran. Museum ini memiliki koleksi yang sangat kaya berupa barang-barang seni budaya Jawa Barat yang berhubungan dengan biologi, etnografi, arkeologi, numismatik, filologi, dermatologi, seni murni dan teknologi.

Sekilas tentang Museum Sri Baduga
Tahap pertama pembangunan museum ini diselesaikan pada tahun 1980, lalu diresmikan pada tanggal 5 Juni oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daud Yusuf yang memberinya nama Museum Negeri Propinsi Jawa Barat.
Areal museum yang luasnya mencapai 8.415,5 m2 ini dibagi menjadi dua bagian; wilayah publik atau public area (mencakup gedung pameran dan auditorium) dan wilayah bukan publik atau non public area (mencakup ruang perkantoran Kepala Museum, Sub Bagian Tata Usaha, Kelompok Kerja Bimbingan dan Edukasi, Kelompok Kerja Konservasi dan Preparasi serta Kelompok Kerja Koleksi yang termasuk di dalamnya Gedung Penyimpanan Koleksi).
Sepuluh tahun kemudian, nama museum ini dilengkapi dengan nama “Sri Baduga” yang diambil dari nama seorang raja Sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran sekitar abad ke-16 Masehi. Nama raja tersebut tertuang dalam prasasti Batutulis (Bogor) sebagai SRI BADUGA MAHARAJA RATU HAJI I PAKWAN PAJAJARAN SRI RATU DEWATA.
Sebagai sebuah Museum umum dengan beragam koleksi dari bidang Geologi, Biologi, Etnografi, Arkeologi, dan Sejarah, juga Numismatika/Heraldika, Filologi, Keramik, serta Seni Rupa dan Teknologi, museum ini mencatat tidak kurang dari 5.367 buah koleksi yang dimiliki; koleksi terbanyak berasal dari rumpun ilmu Etnografi yang berhubungan dengan benda-benda budaya daerah. Koleksi-koleksi yang dimiliki tidak terbatas pada bentuk realia (asli) saja, tetapi juga dilengkapi dengan koleksi replika, miniatur, foto, dan maket. Benda-benda koleksi tersebut selain dipamerkan dalam pameran tetap, juga didokumentasikan dengan sistem komputerisasi dan disimpan di gudang penyimpanan koleksi.
Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap museum, berbagai kegiatan telah diselenggarakan di museum ini, baik yang bersifat kegiatan mandiri maupun kerjasama kegiatan yang bersifat lintas sektoral dengan berbagai instansi pemerintah, swasta, maupun asing. Contoh kegiatan yang telah dilaksanakan adalah penyelenggaraan pameran temporer, pameran keliling, pameran bersama dengan museum-museum dari berbagai propinsi, berbagai macam lomba tingkat pelajar, ceramah, seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Mengingat perkembangan peran dan fungsi museum sebagai sebuah tempat atau wahana dalam menunjang pendidikan, menambah pengetahuan, dan rekreasi; Museum Negeri “Sri Baduga” Propinsi Jawa Barat melaksanakan renovasi terhadap tata pameran tetap secara bertahap mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, termasuk perluasan ruang pameran baru di lantai tiga.




The second floor includes exhibition of traditional cultural materials in the form of patterns of community life, livelihoods, commerce and transportation, as well as the influence of Islamic and European culture, the history of national struggle, and symbols of the district and cities of West Java.
Pengelompokan area pameran ini dibagi menjadi tiga buah lantai. Lantai satu menampilkan perkembangan awal dari sejarah alam dan budaya Jawa Barat. Dalam tata pameran ini, sejarah alam yang melatarbelakangi sejarah Jawa Barat digambarkan dengan menampilkan benda-benda peninggalan buatan tangan dari masa Prasejarah hingga zaman Hindu-Buddha.
Lantai dua memuat materi pameran budaya tradisional berupa pola kehidupan masyarakat, mata pencaharian hidup, perdagangan, dan transportasi, juga pengaruh budaya Islam dan Eropa, sejarah perjuangan bangsa,serta lambang-lambang daerah kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Lantai tiga, memamerkan koleksi etnografi berupa ragam bentuk dan fungsi wadah, kesenian, serta keramik asing.

CANDI PLAOSAN KABUPATEN KLATEN - JAWA TENGAH

Candi Plaosan terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, kira-kira 1,5 km ke arah timur dari Candi Sewu. Candi ini merupakan sebuah kompleks bangunan kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu kompleks Candi Plaosan Lor (lor dalam bahasa Jawa berarti utara) dan kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul dalam bahasa Jawa berarti selatan).


Pahatan yang terdapat di Candi Plaosan sangat halus dan rinci, mirip dengan yang terdapat di Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Sari.
Candi Plaosan yang merupakan candi Buddha ini oleh para ahli diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu, yaitu pada awal abad ke-9 M. Salah satu pakar yang mendukung pendapat itu adalah De Casparis yang berpegang pada isi Prasasti Cri Kahulunan (842 M). Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, dengan dukungan suaminya. Menurut De Casparis, Sri Kahulunan adalah gelar Pramodhawardani, putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra. Sang Putri, yang memeluk agama Buddha, menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang memeluk agama Hindu.


Pendapat lain mengenai pembangunan Candi Plaosan ialah bahwa candi tersebut dibangun sebelum masa pemerintahan Rakai Pikatan. Menurut Anggraeni, yang dimaksud dengan Sri Kahulunan adalah ibu Rakai Garung yang memerintah Mataram sebelum Rakai Pikatan. Masa pemerintahan Rakai Pikatan terlalu singkat untuk dapat membangun candi sebesar Candi Plaosan. Rakai Pikatan membangun candi perwara setelah masa pembangunan candi utamanya.

 

Pada bulan Oktober 2003, di kompleks dekat Candi Perwara di kompleks Candi Plaosan Kidul ditemukan sebuah prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 M. Prasasti yang terbuat dari lempengan emas berukuran 18,5 X 2,2 cm. tersebut berisi tulisan dalam bahasa Sansekerta yang ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno. Isi prasasti masih belum diketahui, namun menurut Tjahjono Prasodjo, epigraf yang ditugasi membacanya, prasasti tersebut menguatkan dugaan bahwa Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

 


MUSEUM SOEHARTO KABUPATEN BANTUL - D.I. YOGYAKARTA

Terletak 13 km barat kota Yogyakarta, tepatnya di dusun Kemusuk Argomulyo Sedayu Bantul. Jika ditempuh lewat jl.Wates km 10 lalu ke kanan (utara) 3 km atau dari jl. Godean km 10 belok kiri (selatan) 3 km lagi.Dipilihnya tanggal 1 Maret diresmikannya Museum Soeharto berkaitan dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Indonesia dan menjadi catatan penting setelah Indonesia merdeka. Pada serangan Umum 1 Maret maka Soeharto yang pada waktu itu masih berpangkat Letkol, menjadi penggagas sekaligus pemimpin. Peristiwa itu membuktikan kepada dunia bahwa Tentara Nasional Indonesia masih ada untuk mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia.


Terlepas dari berbagai pendapat yang negatif selama Soeharto 32 tahun memimpin republik ini, tetapi kita tidak bisa ingkar bahwa beliau berjasa besar untuk kemajuan bangsa ini.



Memasuki wilayah Kemusuk, kita disuguhi dengan wilayah yang asri, bersih dengan pagar rumah yang sama di kanan kiri jalan yang juga halus. Memasuki Museum, maka kita melihat bangunan yang megah dengan bentuk Joglo yang merupakan rumah adat Jawa yang menjadi akar budaya dari Soeharto. Begitu masuk  pintu gerbang, kita disuguhi dengan Patung Jenderal Besar (TNI) Soeharto. Di belakang Patung terlihat suatu pendopo dengan hiasan lampu kristal yang besar di tengah ruangan. Pendopo dalam rumah Joglo berfungsi sebagai tempat pertemuan atau menerima tamu. Melihat pendopo tersebut, maka sebagai seorang muslim, saya teringat bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya untuk memuliakan tamunya. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa "barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya.


 


Di sebelah kanan museum ini terdapat gambar Soeharto yang sedang menjalankan ibadah sholat. Di bawah gambar tersebut terdapat tulisan yang sangat menarik perhatian saya. 
Sa - sa - sa
(tiga pedoman hidup)
Sabar atine - selalu sabar
Saleh pikolahe - selalu saleh, taat beragama
Sareh tumindake - selalu bijaksana
 
Tiga pandangan hidup tersebut sangat dalam maknanya dan sangat baik apabila kita dapat menerapkannya untuk menjalani kehidupan kita di dunia. Sebagai manusia yang beragama, maka kita sudah seharusnya dapat bersikap sabar menghadapi berbagai cobaan, tantangan dan keadaan yang tidak menyenangkan, serta dapat mengambil tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mengatasi berbagai cobaan tantangan dan keadaan yang tidak menyenangkan tersebut. Selain itu,, ketaatan dalam beribadah dan beragama, diharapkan dapat menjadi pengingat bahwa hidup di dunia tidak langgeng, sehingga kita dapat selalu ingat agar setiap tindakan kita dapat mendatangkan manfaat bagi diri kita dan orang lain, serta tidak merugikan orang lain. Ada harapan dalam diri saya, agar pandangan hidup ini dapat dihayati dan diamalkan oleh para pemimpin di negeri ini, sehingga Indonesia dapat menjadi negeri yang makmur karena setiap pemimpinnya amanah memperjuangkan kepentingan rakyatnya.








MASJID AL-JABBAR KOTA BANDUNG - JAWA BARAT

Masjid Raya Al Jabbar terletak di kecamatan Gedebage kota Bandung berjarak sekitar 2 km tenggara Stasiun Gedebage Bandung. Masjid iini mulai...