Selasa, 30 Juli 2013

CANDI JABUNG PAITON KABUPATEN PROBOLINGGO - JAWA TIMUR

Terletak di desa Jabung kecamatan Paiton Kabupaten Probolinggo sekitar 30 km sebelah timur kota Probolinggo. Konon pada abad ke-14 di kota Sumenep Madura berlangsung suatu pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh Raja Agus Abdullah dan didampingi oleh dua orang patih, yaitu Patih Abdurrahman dan Patih Abdurrahim.
Raja Agus Abdullah belum mempunyai istri sebagai permaisuri. Maka pada suatu saat Sang Raja memanggil kedua patihnya untuk diajak musyawarah tentang bagaimana mendapatkan seorang putri sebagai pendampingnya. Patih Abdurrahman berkenan memberikan saran bahwa Permaisuri yang cocok bagi Sang Raja adalah putri dari tanah Jawa. Ternyata saran dari Patih Abdurrahman diterima oleh Sang Baginda Raja Agus Abdullah. Tibalah saat yang baik, Baginda Raja Agus Abdullah mengajak kedua patihnya beserta prajuritnya yang tangguh berangkat ke tanah Jawa untuk mencari calon permaisuri.
Sementara itu dipulau Jawa sedang berkembang kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Hayam Wuruk dengan didampingi Maha Patih Gajah Mada. Dalam pertemuan agung dikerajaan Majapahit, Raja Hayam Wuruk memerintahkan kepada Ki Patih Gajah Mada untuk membangun candi di wilayah Jawa bagian timur. Berangkatlah Patih Gajah Mada beserta prajurit yang berpengalaman dalam membuat candi dan menghadapi musuh bilamana perlu.
 Perjalanan laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada ke wilayah timur sampailah di suatu tempat yang cocok untuk beristirahat. Ternyata di tempat itu terdapat sebuah taman yang indah dan sejuk. Taman itu dijaga oleh jin yang dapat bicara seperti manusia. Maka terjadilah percakapan antara jin penjaga taman dan Patih Gajah Mada beserta prajuritnya. Dalam percakapan itu Patih Gajah Mada ingin masuk dan mandi di kolam yang terdapat dalam taman itu. Namun maksud Ki Patih ditolak oleh Jin Penjaga Taman. Karena kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah, maka terjadilah pertempuran antara Laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada dengan Jin Penjaga Taman.
Dalam pertempuran itu Jin Penjaga Taman terdesak dan akhirnya dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada, namun tidak dibunuh. Karena tidak dibunuh, Jin Penjaga Taman Merasa berhutang budi pada Patih Gajah Mada.
Sebelum ia pergi, Jin itu berpesan pada Gajah Mada 'Hai, Mada manusia perkasa aku tahu kesaktian dan tujuannmu. Kamu diperintah rajamu membuat candi. Ketahuilah hai Mada, bahwa membuat candi itu tidak semudah yang kau bayangkan. Tidak mungkin kau kerjakan sendiri yang dapat membuat candi itu adalah bangsa halus yaitu bidadari putri dari kayangan.' Setelah menyampaikan pesan itu Jin Penjaga Taman meninggalkan Laskar Majapahit dan terbang ke angkasa.
Di kahyangan, Bidadari Putri Kahyangan bernama Dewi Nawang Sasi sedang menghadap Sang Bathara Indra ramandanya. Ia mohon pamit ingin ke bumi. Dewi Nawang Sasi diijinkan asal bersama dengan Dewi Nawang Sukma dan Nawang Seta. Berangkatlah ketiga bidadari itu turun ke bumi, dan sampailah di taman yang sejuk dan indah. Disitu, ketiga bidadari bertemu dengan Laskar Majapahit pimpinan Gajah Mada.
Gajah Mada tahu bahwa ketiga putri itu adalah bidadari dari kahyangan. Gajah Mada ingat pesan Jin Penjaga Taman sebelum pergi. Maka diutarakannya maksud Gajah Mada ingin membangun candi dan minta bantuan kepada para bidadari. Para bidadari itupun menyanggupi permintaan Gajah Mada, dengan tiga macam syarat,antara lain:
1. Pembuatancandi ditetapkan pada malam Jum'at manis.
2. Saat pembuatan, bangsa kasar seperti manusia dilarang berada disekitar tempat pembuatan
    candi.
3. Setelah usai, hadiahnya harus sesuai dengan pekerjaan itu.
Mengingat beratnya tugas yang diembannya, Gajah Mada menyanggupi ketiga syarat tersebut. Karena pembuatan candi tidak boleh dilihat manusia, maka Gajah Mada bersama prajurit mohon pamit pulang ke Majapahit.
Namun Gajah Mada berniat ingin mengintip bekerjanya para bidadari membuat candi. Pada malam Jum'at manis, pembuatan candi dimulai. Pekerjaan pertama dilakukan oleh Nawang Sasi dan Nawang Sukma, sedangkan Patih Gajah Mada dengan asyiknya mengintip. Namun apa hendak dikata, ulah Gajah Mada diketahui oleh Nawang Sasi dan Nawang Sukma.
Pembuatan candi itu akhirnya digagalkan, karena itu candi tersebut dinamakan candi Wurung, yang sekarang masih ada di tengah sawah sebelah barat Jabung Sisir.
Patih Gajah Mada merasa cemas karena pembuatan candi itu gagal. Ia segera melanjutkan perjalanan pulang ke Majapahit. Mengetahui Patih Gajah Mada benar-benar pergi, Nawang Sasi dan Nawang Sukma melanjutkan membangun candi. Namun tidak ditempat pembuatan semula, ini dipindahkan kira-kira seribu kaki kearah timur. Pembuatan candi kali ini berjalan lancar karena dijaga ketat dan tidak ada manusia yang melihatnya.
Tiba saatnya Nawang Sasi menyerahkan candi itu kepada Patih Gajah Mada sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Gajah Mada menerima candi itu dan mengucapkan terima kasih. Selesai penyerahan candi Patih Gajah Mada melaporkan kepada Sang Raja Prabu Hayam Wuruk. Sang Prabu merasa bangga atas keberhasilaan pembuatan candi itu dan bermaksud untuk meninjau.
Maka berangkatlah Raja Hayam Wuruk beserta rombongan ke lokasi candi. Raja Hayam Wuruk tertegun dan kagum menyaksikan keindahan candi itu. Kemudian, oleh Sang Prabu, candi itu diberi nama 'Candi Mojopaito'. Setelah beberapa saat di lokasi candi, rombongan Prabu Hayam Wuruk kembali ke Majapahit.
Beberapa hari kemudian datanglah Raja Agus Abdullah dari Sumenep beserta pengiringnya dilokasi sekitar candi. Raja Agus Abdullah menuju kearah barat laut, dan sampailah di sebuah taman yang indah dan beristirahatlah di taman itu. Dalam taman itu terdapat sebuah kolam yang sebenarnya tempat mandi para bidadari. Raja Agus Abdullah bermaksud mandi di kolam itu. Belum sampai niatnya terpenuhi, ia dikejutkan oleh sapaan dua orang putri tiada lain Nawang Sasi dan Nawang Sukma, bidadari yang sedang mandi di kolam itu. Raja Agus Abdullah terpesona dengan kecantikan kedua putri itu. Sesuai dengan niatnya datang ke tanah Jawa untuk mencari istri. Oleh karena itu Raja Abdullah ingin mempersunting Nawang Sasi.
Berbagai upaya Sang Raja untuk dapat berkenalan dengan Nawang Sasi dan menyampaikan niatnya mempersunting Nawang Sasi untuk dijadikan permaisuri di keraton Sumenep. Raja Agus Abdullah menemui kesulitan, karena menurut Putri Nawang Sasi, ia tidak mungkin menjadi istri Raja Agus Abdullah, karena Putri Nawang Sasi adalah makhluk halus.
Namun godaan Raja kepada Putri Nawang Sasi semakin menjadi sehingga diketahui oleh Nawang Seta. Terjadilah pertempuran antara Raja dan Nawang Seta. Nawang Seta terbunuh, sedang Nawang Sasi dan Nawang Sukma melarikan diri terbang ke kahyangan.
Sepeninggal Putri Nawang Sasi dan Nawang Sukma, Raja bersemedi. Disaat bersemedi, Raja mendengar suara gaib 'Wahai cucu Prabu Agus Abdullah, engkau mempunyai cita-cita mulia, teruskan dan jangan putus asa! Ikuti petunjukk ini: pada waktu Putri Nawang Sasi mandi, curilah selendang sayapnya dan sembunyikan dibawah pohon pisang disebelah taman ini.'
Mendengar suara gaib, Sang Raja terbangun dari semedinya. Berkali-kali Sang Raja mengadakan pengintaian. Pada hari yang keempatpuluh yang ditunggupun muncul. Putri Nawang Sasi dan Nawang Sukma mandi di kolam taman. Dengan mengendap-endap dicurinya selendang sayap kedua putri yang sedang mandi itu.
Seusai mandi kedua putri itu hendak mengenakan kembali selendang sayapnya, namun tidak ada. Mengetahui kedua putri itu menangis Raja mendekati dan bertanya. Raja mengakui bahwa selendang mereka ada padanya. Kedua putri itu merengek dan minta selendangnya. Namun raja tidak memberikan. Hingga Putri Nawang Sasi berkata 'Wahai Tuan Raja serahkan selendang adikku Nawang Sukma, aku bersedia hidup bersama Tuan Raja, dengan syarat apabila kelak dikaruniai keturunan, kembalikan selendangku.”
Akhirnya Raja Agus Abdullah menyetujui, dan kembalilah Nawang Sukma ke kahyangan memberi tahu orang tuanya. Sepeninggal Nawang Sukma Raja Agus Abdullah memperistri Nawang Sasi. Mereka menuju candi dan beristirahat. Dalam peristirahatannya, Putri Nawang Sasi adalah buatan putri. Maka disitulah tinggal hingga mempunyai keturunan dan diberi nama 'Singo Jabang'. Sesuai dengan janjinya, setelah punya keturunan Putri Nawang Sasi meminta kembali selendang sayapnya dan kembali terbang ke kahyangan. Tinggal Raja Agus Abdullah bersama putranya yang bernama Singo Jabang.
Beberapa saat kemudian Raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk bersama prajuritnya mengadakan kunjungan ke Candi Mojopaito untuk acara perawatan dan memperindah candi. Sampai di Candi Mojopaito, Prabu Hayam Wuruk bertemu dengan Raja Agus Abdullah. Masing-masing mempertahankan hak untuk memiliki candi itu. Menurut Raja Agus Abdullah candi itu miliknya karena yang membangun candi itu adalah istrinya yaitu Putri Nawang Sasi. Sedangkan menurut Prabu Hayam Wuruk candi itu milik Sang Prabu karena yang membangun adalah patihnya yaitu Gajah Mada.
Karena kedua belah pihak tidak mau mengalah, terjadilah pertempuran antara pasukan Raja Agus Abdullah dan pasukan dari Majapahit. Dalam pertempuran itu Raja Agus Abdullah terbunuh. Jenazahnya dimakamkan disekitar candi. Putra Raja Agus Abdullah yaitu Singo Jabang diselamatkan oleh ibunya yaitu Putri Nawang Sasi dan dibawa kekahyangan. Dengan selamatnya Singo Jabang maka candi itu diberi nama Candi Jabang atau Candi Jabung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ALUN-ALUN KABUPATEN TULUNGAGUNG - JAWA TIMUR

Alun-alun Kabupaten Tulungagung, atau yang dikenal dengan sebutan “Taman Aloon-aloon" merupakan ikon dari Kabupaten Tulungagung. Taman...