Setelah
sukses menelusuri rute gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman di akhir tahun
2013 yang lalu, di akhir tahun 2014 tepatnya tanggal 30 Desember 2014 saya
mencoba menelusuri sebagain jalan Daendels di Jawa bagian selatan. Nama
Daendels diasosiasikan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36, Herman
Willem Daendels (berkuasa 1808-1811) yang membangun jalan berlumur darah,
Anyer-Panarukan (de Groote Postweg). Selama ini saya hanya tahu jalan Daendels itu adanya
di pantura Jawa yang menghubungkan dari Anyer (Serang-Banten) hingga Panarukan
(Situbondo-Jatim) sejauh kurang lebih 1.000 km, ternyata sebulan lalu saya baru
tahu kalo di bagian selatan Jawa juga ada jalan Daendels namun panjangnya hanya
sekitar 120 km yang membentang dari kabupaten Cilacap di ujung barat sampai
perbatasan DIY-Jawa Tengah di kecamatan Temon kabupaten Kulonprogo di ujung
timur.
Gambar 1. Peta
jalan Daendels di Jawa bagian selatan
Rasa
penasaran saya untuk melewati jalan Daendels karena jalan nasional sebagai
jalan regular di jalur selatan Jawa yang padat saat saya dari Banyumas menuju
Yogyakarta ketika di Gombong Kebumen jalan padat kendaraan dan berjalan merayap.
Sampailah di Kutowinangun, saya berbelok ke arah selatan di desa Kembangsawit.
Sekitar 8 km kemudian saya sudah ketemu jalan Daendels di kecamatan Ambal
Kebumen. Jalanan sepi dan banyak lubang, tapi di sini banyak orang jualan sate
ayam, orang menyebutnya Sate Ambal mungkin karena sesuai tempatnya. Melewati
jalan Daendels ini saya sambil membayangkan bagaimana Daendels saaat 200 tahun
lalu mempekerjakan rakyat Jawa hingga banyak yang mati. Jadi tidak heran kalo
lewat jalan ini banyak ditemui kuburan lama yang diperkirakan korban kerja rodi
yang tewas saat membangun jalan ini. Di sisi lain kita disuguhi suasana
pemandangan ladang pertanian yang menyenangkan.
Setelah
beberapa saat sampailah di kecamatan Mirit sekitar pukul 14.00. Suasana desa
dan jalan tampak sepi ditambah suasana mendung dan gerimis sehingga terlihat
seperti menjelang maghrib.
Gambar 2. Jalan
Daendels di kecamatan Mirit kabupaten Kebumen.
Kemudian
saya melanjutkan perjalanan, semakin ke timur jalanan banyak berlubang namun
cuaca semakin terang dan tidak gerimis lagi. Tiba di desa Keburuhan kecamatan
Ngombol kabupaten Purworejo saya berhenti karena ada warung penjual dawet ireng
khas Purworejo. Di warung ini juga menjual telur asin dengan harga Rp 3.000 per
butir. Meski harganya lebih mahal dibanding di kota Yogyakarta seharga Rp 2.500
per butir, saya mencobanya karena menurut penjualnya ini asli tidak seperti
orang buat pada umumnya. Ternyata memang benar rasanya nikmat sekali. Pemilik
warung di sini cerita kalo baru saja dikunjungi gubernur Jawa Tengah dan
menteri PU untuk meninjau pembangunan JJLS (Jalur Jalan Lintas Selatan).
Termasuk pembebasan lahan untuk pelebaran jalan juga disampaikan pemilik
warung, bahkan katanya warungnya akan digeser karena terkena pembebasan lahan.
Gambar 3. Jalan
Daendels di depan gerbang masuk pantai Pasir Puncu desa Keburuhan kecamatan
Ngombol kabupaten Purworejo.
Setelah puas
menikmati dawet ireng saya melanjutkan perjalanan ke timur. Kondisi jalan masih
banyak berlubang, namun setelah beberapa menit jalanan mulai bagus namun lebar
jalan masih sama. Tidak lama kemudian ketemu dengan jalan yang sudah empat
jalur dimana di tengahnya dipisah jalur hijau. Jalan Daendels di sini sudah
lebar dan halus tetapi penggunanya belum banyak atau memang belum banyak yang
tahu. Sebagian mobil travel sudah banyak yang menggunakan jalan ini termasuk
bus regular.
Meneruskan
perjalanan, di perbatasan provinsi Jawa Tengah dan DIY tepatnya kecamatan Temon
kabupaten Kulonprogo ketemulah pertigaan dimana kalo terus ke arah Bantul dan
jika belok kiri ke Wates dan Yogyakarta. Di sinilah batas ujung timur jalan
Daendels.
Gambar 4. Jalan
Daendels di dekat pantai Congot kabupaten Purworejo.