Rabu, 08 Mei 2013

ASTANA GIRIGONDO KABUPATEN KULONPROGO - D.I. YOGYAKARTA

Selain memiliki makam raja-raja, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga memiliki makam bersejarah lainnya. Makam tersebut bernama Makam Astana Girigondo. Pemakaman ini letaknya di daerah perbukitan Menoreh. Komplek Pemakaman Astana Girigondo ini hanya diperuntukkan bagi para raja, keluarga raja dan kerabat Pakualaman. Untuk pertama kalinya, Astana Girigondo digunakan untuk memakamkan KGPAA Paku Alam V. Tepatnya pada September 1900. Peristiwa bersejarah ini ditunjukkan dengan adanya prasasti yang disematkan pada gapura makam teras pertama.Selain itu, latar belakang pemilihan lokasi makam di Kulonprogo ini berkaitan erat dengan asal-usul KGPAA Paku Alam V yang merupakan putra KGPAA Paku Alam II dari Garwo Raden Ayu Resminingdyah yang berasal dari Trayu, Tirtarahayu, Galur, Kulonprogo.


Pada gapura pintu masuk Komplek Pemakaman Astana Girigondo ini terdapat simbol Pakualaman dan tulisan Jawa, yang berbunyi ‘Girigondo’. Secara garis besar kompleks makam ini dibagi menjadi 6 teras. Tiap-tiap teras dihubungkan dengan tangga. Pengunjung harus melalui trap-trap bahkan siapapun yang menghitungnya pasti akan berbeda jumlahnya satu sama lain untuk naik menuju makam. Anda juga dapat menikmati pemandangan di kanan kiri lembah perbukitan sambil menaiki trap satu ke trap yang lain.
Pada teras I, yakni teras yang paling tinggi, Anda akan melihak tembok dan pagar besi setinggi 2,40 m yang mengelilingi teras tersebut dengan gapura masuk dan pintu gerbang dari besi. Teras I ini berukuran 3,2 x 2,155 meter ini. Di tempat tersebut dimakamkan keluarga Pakualaman, istri, anak dan menantu sebanyak 32 makam.


Teras II terletak di sebelah Selatan dari teras I. Bagian ini dihubungkan dengan tangga berjumlah 21 anak tangga, dan terdapat 8 buah makam di dalamnya. Teras III, baru ditempati 2 buah makam dan lahannya masih kosong. Sedangkan pada teras IV, terdapat 3 buah makam kerabat jauh Pakualaman. Teras V masih kosong. Sedangkan Teras VI, dibagi menjadi bagian Barat dan Timur. Bagian Barat terdapt 2 buah makam, dan bagian Timur terdapat 7 buah makam.
Di sini dimakamkan KGPAA Paku Alam V, VI, VII, VIII beserta keluarganya. Sedangkan KGPAA Paku Alam I, II, III, IV dimakamkan di pemakaman Hastorenggo, Kotagede, Yogyakarta. Alasan tidak bersatunya pemakaman Paku Alam karea areal pemakaman di Hastorenggo telah penuh, sehingga membuat Paku Alam V akhirnya mencari tempat lain untuk pemakaman kerabat Paku Alam seterusnya. Dan dipilihlah Dusun Girigondo untuk dibangun area pemakaman. 


Di area komplek Pemakaman Astana Girigondo ini terdapat fasilitas seperti area parkir yang cukup luas dan Masjid bersejarah yang didirikan oleh Keluarga Raja Pakualaman. Di masjid itulah tempat para warga dusun mengikat tali silaturahmi. Mereka juga biasa menyelenggarakan Jamaah Sholat Jumat dan tempat para pemuda Girigondo mengkaji Agama Islam. Di sekitar Makam Girigondo dengan pemandangan yang indah nan sejuk tersebut juga terdapat pemukiman warga yang sudah menetap sejak lama dan kebanyakan warga asli dusun tersebut.


MUSEUM PURBAKALA TRINIL KABUPATEN NGAWI - JAWA TIMUR

Museum trinil terletak di dukuh Pilang, desa Kawu, kec. Kedunggalar, sekitar 14 km ke arah barat dari pusat kota Ngawi. Di sudut tenggara wilayah museum, terdapat sebuah prasasti yang menunjukkan tempat ditemukannya Pithecanthropus 1.


Di dalam museum Trinil, banyak sekali tersimpan fosil-fosil puraba sepertiosil tengkorak manusia purba ( Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi ), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area).
 

 
Museum ini juga biasa digunakan sebagai tempat penelitian oeh mahasiswa atau pun badan lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Memang nama museum yang satu ini sudah terkenal di mata dunia kepurbakalaan diseluruh dunia. Tapi sayangnya, masyarakat Ngawi yang notabene sebagai tuan rumah dari museum ini, sangat jarang sekali berkunjung ke museum ini. Dan lebih parahnya lagi, taman-taman disekitar museum, malah dijadikan tempat berpacaran oleh anak-anak muda karena tempatnya memang sepi.
 
 

Untuk kembali menarik pengunjung, pihak pengelola sudah menata rapi taman-taman disekitarmuseum, sehingga areal museum terlihat bersih, indah, dan asri. Di depan museum juga terdapat pendopo yang bisa digunakan sebagai tempat istirahat.


Namun masih ada yang kurang, bangunan museum ini menurut saya sudah tidak memadahi. Karena, banyak plafon/atap yang sudah rusak, cat sudah mengelupas dan masih banyak lagi.
Sebenarnya sudah ada rencana pemugaran kembali gedung museum, tapi hingga saat ini belum dilaksanakan, karena, untuk wisata sejarah, yang mengurus bukan pemda, tapi pemprov. Jadi pemda hanya menyediakan lahan dan kemudian pemprov membangunnya.
Kita semua pasti berharap, semoga museum trinil bisa segera dibenahi, dan menjadi tempat favorit wisata agar wilayah museum menjadi ramai dan tidak digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

MUSEUM SRI BADUGA KOTA BANDUNG - JAWA BARAT

Museum Negeri Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185 Tegallega Bandung dan berhadapan langsung dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan Tegallega. Bangunan Museum ini berbentuk suhunan panjang dan rumah panggung khas Jawa Barat yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern; adapun bangunan aslinya tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai ruang perkantoran. Museum ini memiliki koleksi yang sangat kaya berupa barang-barang seni budaya Jawa Barat yang berhubungan dengan biologi, etnografi, arkeologi, numismatik, filologi, dermatologi, seni murni dan teknologi.

Sekilas tentang Museum Sri Baduga
Tahap pertama pembangunan museum ini diselesaikan pada tahun 1980, lalu diresmikan pada tanggal 5 Juni oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daud Yusuf yang memberinya nama Museum Negeri Propinsi Jawa Barat.
Areal museum yang luasnya mencapai 8.415,5 m2 ini dibagi menjadi dua bagian; wilayah publik atau public area (mencakup gedung pameran dan auditorium) dan wilayah bukan publik atau non public area (mencakup ruang perkantoran Kepala Museum, Sub Bagian Tata Usaha, Kelompok Kerja Bimbingan dan Edukasi, Kelompok Kerja Konservasi dan Preparasi serta Kelompok Kerja Koleksi yang termasuk di dalamnya Gedung Penyimpanan Koleksi).
Sepuluh tahun kemudian, nama museum ini dilengkapi dengan nama “Sri Baduga” yang diambil dari nama seorang raja Sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran sekitar abad ke-16 Masehi. Nama raja tersebut tertuang dalam prasasti Batutulis (Bogor) sebagai SRI BADUGA MAHARAJA RATU HAJI I PAKWAN PAJAJARAN SRI RATU DEWATA.
Sebagai sebuah Museum umum dengan beragam koleksi dari bidang Geologi, Biologi, Etnografi, Arkeologi, dan Sejarah, juga Numismatika/Heraldika, Filologi, Keramik, serta Seni Rupa dan Teknologi, museum ini mencatat tidak kurang dari 5.367 buah koleksi yang dimiliki; koleksi terbanyak berasal dari rumpun ilmu Etnografi yang berhubungan dengan benda-benda budaya daerah. Koleksi-koleksi yang dimiliki tidak terbatas pada bentuk realia (asli) saja, tetapi juga dilengkapi dengan koleksi replika, miniatur, foto, dan maket. Benda-benda koleksi tersebut selain dipamerkan dalam pameran tetap, juga didokumentasikan dengan sistem komputerisasi dan disimpan di gudang penyimpanan koleksi.
Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap museum, berbagai kegiatan telah diselenggarakan di museum ini, baik yang bersifat kegiatan mandiri maupun kerjasama kegiatan yang bersifat lintas sektoral dengan berbagai instansi pemerintah, swasta, maupun asing. Contoh kegiatan yang telah dilaksanakan adalah penyelenggaraan pameran temporer, pameran keliling, pameran bersama dengan museum-museum dari berbagai propinsi, berbagai macam lomba tingkat pelajar, ceramah, seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Mengingat perkembangan peran dan fungsi museum sebagai sebuah tempat atau wahana dalam menunjang pendidikan, menambah pengetahuan, dan rekreasi; Museum Negeri “Sri Baduga” Propinsi Jawa Barat melaksanakan renovasi terhadap tata pameran tetap secara bertahap mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, termasuk perluasan ruang pameran baru di lantai tiga.




The second floor includes exhibition of traditional cultural materials in the form of patterns of community life, livelihoods, commerce and transportation, as well as the influence of Islamic and European culture, the history of national struggle, and symbols of the district and cities of West Java.
Pengelompokan area pameran ini dibagi menjadi tiga buah lantai. Lantai satu menampilkan perkembangan awal dari sejarah alam dan budaya Jawa Barat. Dalam tata pameran ini, sejarah alam yang melatarbelakangi sejarah Jawa Barat digambarkan dengan menampilkan benda-benda peninggalan buatan tangan dari masa Prasejarah hingga zaman Hindu-Buddha.
Lantai dua memuat materi pameran budaya tradisional berupa pola kehidupan masyarakat, mata pencaharian hidup, perdagangan, dan transportasi, juga pengaruh budaya Islam dan Eropa, sejarah perjuangan bangsa,serta lambang-lambang daerah kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Lantai tiga, memamerkan koleksi etnografi berupa ragam bentuk dan fungsi wadah, kesenian, serta keramik asing.

CANDI PLAOSAN KABUPATEN KLATEN - JAWA TENGAH

Candi Plaosan terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, kira-kira 1,5 km ke arah timur dari Candi Sewu. Candi ini merupakan sebuah kompleks bangunan kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu kompleks Candi Plaosan Lor (lor dalam bahasa Jawa berarti utara) dan kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul dalam bahasa Jawa berarti selatan).


Pahatan yang terdapat di Candi Plaosan sangat halus dan rinci, mirip dengan yang terdapat di Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Sari.
Candi Plaosan yang merupakan candi Buddha ini oleh para ahli diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu, yaitu pada awal abad ke-9 M. Salah satu pakar yang mendukung pendapat itu adalah De Casparis yang berpegang pada isi Prasasti Cri Kahulunan (842 M). Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan, dengan dukungan suaminya. Menurut De Casparis, Sri Kahulunan adalah gelar Pramodhawardani, putri Raja Samarattungga dari Wangsa Syailendra. Sang Putri, yang memeluk agama Buddha, menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang memeluk agama Hindu.


Pendapat lain mengenai pembangunan Candi Plaosan ialah bahwa candi tersebut dibangun sebelum masa pemerintahan Rakai Pikatan. Menurut Anggraeni, yang dimaksud dengan Sri Kahulunan adalah ibu Rakai Garung yang memerintah Mataram sebelum Rakai Pikatan. Masa pemerintahan Rakai Pikatan terlalu singkat untuk dapat membangun candi sebesar Candi Plaosan. Rakai Pikatan membangun candi perwara setelah masa pembangunan candi utamanya.

 

Pada bulan Oktober 2003, di kompleks dekat Candi Perwara di kompleks Candi Plaosan Kidul ditemukan sebuah prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-9 M. Prasasti yang terbuat dari lempengan emas berukuran 18,5 X 2,2 cm. tersebut berisi tulisan dalam bahasa Sansekerta yang ditulis menggunakan huruf Jawa Kuno. Isi prasasti masih belum diketahui, namun menurut Tjahjono Prasodjo, epigraf yang ditugasi membacanya, prasasti tersebut menguatkan dugaan bahwa Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

 


MUSEUM SOEHARTO KABUPATEN BANTUL - D.I. YOGYAKARTA

Terletak 13 km barat kota Yogyakarta, tepatnya di dusun Kemusuk Argomulyo Sedayu Bantul. Jika ditempuh lewat jl.Wates km 10 lalu ke kanan (utara) 3 km atau dari jl. Godean km 10 belok kiri (selatan) 3 km lagi.Dipilihnya tanggal 1 Maret diresmikannya Museum Soeharto berkaitan dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Indonesia dan menjadi catatan penting setelah Indonesia merdeka. Pada serangan Umum 1 Maret maka Soeharto yang pada waktu itu masih berpangkat Letkol, menjadi penggagas sekaligus pemimpin. Peristiwa itu membuktikan kepada dunia bahwa Tentara Nasional Indonesia masih ada untuk mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia.


Terlepas dari berbagai pendapat yang negatif selama Soeharto 32 tahun memimpin republik ini, tetapi kita tidak bisa ingkar bahwa beliau berjasa besar untuk kemajuan bangsa ini.



Memasuki wilayah Kemusuk, kita disuguhi dengan wilayah yang asri, bersih dengan pagar rumah yang sama di kanan kiri jalan yang juga halus. Memasuki Museum, maka kita melihat bangunan yang megah dengan bentuk Joglo yang merupakan rumah adat Jawa yang menjadi akar budaya dari Soeharto. Begitu masuk  pintu gerbang, kita disuguhi dengan Patung Jenderal Besar (TNI) Soeharto. Di belakang Patung terlihat suatu pendopo dengan hiasan lampu kristal yang besar di tengah ruangan. Pendopo dalam rumah Joglo berfungsi sebagai tempat pertemuan atau menerima tamu. Melihat pendopo tersebut, maka sebagai seorang muslim, saya teringat bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya untuk memuliakan tamunya. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa "barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya.


 


Di sebelah kanan museum ini terdapat gambar Soeharto yang sedang menjalankan ibadah sholat. Di bawah gambar tersebut terdapat tulisan yang sangat menarik perhatian saya. 
Sa - sa - sa
(tiga pedoman hidup)
Sabar atine - selalu sabar
Saleh pikolahe - selalu saleh, taat beragama
Sareh tumindake - selalu bijaksana
 
Tiga pandangan hidup tersebut sangat dalam maknanya dan sangat baik apabila kita dapat menerapkannya untuk menjalani kehidupan kita di dunia. Sebagai manusia yang beragama, maka kita sudah seharusnya dapat bersikap sabar menghadapi berbagai cobaan, tantangan dan keadaan yang tidak menyenangkan, serta dapat mengambil tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mengatasi berbagai cobaan tantangan dan keadaan yang tidak menyenangkan tersebut. Selain itu,, ketaatan dalam beribadah dan beragama, diharapkan dapat menjadi pengingat bahwa hidup di dunia tidak langgeng, sehingga kita dapat selalu ingat agar setiap tindakan kita dapat mendatangkan manfaat bagi diri kita dan orang lain, serta tidak merugikan orang lain. Ada harapan dalam diri saya, agar pandangan hidup ini dapat dihayati dan diamalkan oleh para pemimpin di negeri ini, sehingga Indonesia dapat menjadi negeri yang makmur karena setiap pemimpinnya amanah memperjuangkan kepentingan rakyatnya.








ALUN-ALUN KABUPATEN TULUNGAGUNG - JAWA TIMUR

Alun-alun Kabupaten Tulungagung, atau yang dikenal dengan sebutan “Taman Aloon-aloon" merupakan ikon dari Kabupaten Tulungagung. Taman...